Sistem Pemilu di Indonesia


Sistem Pemilu di Indonesia


BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Partai politik adalah organisasi politik yang menjalani ideologi tertentu atau dibentuk dengan tujuan khusus. Definisi lainnya adalah kelompok yang terorganisir yang anggota-anggotanya mempunyai orientasi, nilai-nilai, dan cita-cita yang sama. Tujuan kelompok ini ialah untuk memperoleh kekuasaan politik dan merebut kedudukan politik biasanya dengan cara konstitusionil  untuk melaksanakan kebijakan-kebijakan mereka.
Pemilihan Umum (Pemilu) adalah proses pemilihan orang-orang untuk mengisi jabatan-jabatan politik tertentu. Jabatan-jabatan tersebut beraneka-ragam, mulai dari presiden, wakil rakyat di berbagai tingkat pemerintahan, sampai kepala desa. Pada konteks yang lebih luas, Pemilu dapat juga berarti proses mengisi jabatan-jabatan seperti ketua OSIS atau ketua kelas, walaupun untuk ini kata 'pemilihan' lebih sering digunakan.
Sistem pemilu di Indonesia tidak terlepas dari fungsi rekrutmen dalam sistem politik. Mengenai sistem pemilu Norris menjelaskan bahwa rekrutmen seorang kandidat oleh partai politik bergantung pada sistem pemilu yang berkembang di suatu negara. Di Indonesia, pemilihan legislatif (DPR, DPRD I, dan DPRD II) menggunakan sistem proporsional dengan daftar terbuka. Lewat sistem semacam ini, partai-partai politik cenderung mencari kandidat yang populer sehingga punya elektabilitas yang tinggi di mata para pemilih. Hal ini pula yang mendorong banyak artis (sinetron, lawak, penyanyi) yang tergiur untuk bergabung ke dalam sebuah partai politik.
ulisan ini akan membahas tentang masalah yang sangat berpengaruh terhadap kepemimpinan pemerintahan suatu negara. Karena pada intinya masalah ini adalah melahirkan seorang pemimpin yang akan memimpin negara selama lima (5) tahun kedepan dan bagaimana negara ini akan berkembang dalam kepemimpinannya.
            Dalam makalah ini akan dipaparkan tentang manfaat pemilu, sejarah pemilu, dan juga sistem pemilu. Berikut penjelasannya.
1.2 Perumusan Masalah
1)      Apa manfaat sistem pemilu?
2)      Apa kelebihan dan kelemahan sistem perwakilan distrik dan sistem perwakilan proposional?
3)      Sistem Pemilu Memberikan Peluang Money Politik dan apa solusi  yang baik untuk  mengatasi money politik?

1.3  Batasan Masalah

Untuk memudahkan  para pembaca maka batasan masalah yang diambil adalah: manfaat system pemilu, kelebihan dan kelemahan system perwakilan distrik dan proposional, pemilu money politic dan solusinya bagaimana.

1.4 Tujuan Makalah

1)      Untuk memenuhi Mata Kuliah Sistem Politik Indonesia
2)      Untuk menambag wawasan tentang system pemilu
3)      Untuk melihat bagaimana Sistem Pemilu itu yang sebenarnya.
BAB II
TELAAH PUSTAKA
2.1  Pemilu
            Menurut teori demokrasi klasik pemilu merupakan suatu Transmission of Belt sehingga kekuasaan yang berasal dari rakyat dapat beralih menjadi kekuasaan negara yang kemudian menjelma dalam bentuk wewenang pemerintah untuk memerintah dan mengatur rakyat.
            Berikut beberapa pernyataan beberapa para ahli mengenai pemilu:
       Moh. Kusnardi dan Harmaily Ibrahim: pemilihan umum tidak lain adalah suatu cara untuk memilih wakil-wakil rakyat. Dan karenanya bagi suatu negara yang menyebut dirinya sebagai negara demokrasi, pemilihan umum itu harus dilaksanakan dalam wakru-waktu tertentu.
      Bagir Manan: Pemilhan umum yang diadakan dalam siklus lima (5) tahun sekali merupakan saat atau momentum memperlihatkan secara nyata dan langsung pemerintahan oleh rakyat. Pada saat pemilihan umum itulah semua calon yang diingin duduk sebagai penyelenggara negara dan pemerintahan bergantung sepenuhnya pada keinginan atau kehendak rakyat.
2.2 Sistem Pemilu
Sistem Pemilihan Umum adalah metode yang mengatur dan memungkin warga negara memilih para wakil rakyat diantara mereka sendiri. Metode berhubungan dengan prosedur dan aturan merubah ( mentransformasi ) suara ke kursi dilembaga perwakilan. Mereka sendiri maksudnya yang memilih maupun yang hendak dipilih merupakan bagian dari satu entitas yang sama.
            Terdapat komponen-komponen atau bagian-bagian yang merupakan sistem tersendiri dalam melaksanakan pemilihan umum, antara lain:
Ø  Sistem pemilihan.
Ø  Sistem pembagian daerah pemilihan.
Ø  Sistem hak pilih.
Ø  Sistem pencalonan.
Dalam ilmu politik dikenal bermacam-macam sistem pemilihan umum,dengan berbagai variasinya. Akan tetapi, umumnya berkisar pada dua prinsip pokok, yaitu:
*      Sistem Pemilihan Mekanis
Dalam sistem ini, rakyat dipandang sebagai suatu massa individu-individu yang sama. Individu-individu inilah sebagai pengendali hak pilih dalam masing-masing mengeluarkan satu suara dalam tiap pemilihan umum untuk satu lembaga perwakilan.
*      Sistem pemilihan Organis
Dalam sistem organis, rakyat dipandang sebagai sejumlah individu yang hidup bersama-sama dalam beraneka warna persekutuan hidup. Jadi persekuuan-persekutuan itulah  yang diutamakan sebagai pengendali hak pilih.
Sistem Pemilihan Umum di Indonesia
            Sampai tahun 2009 bangsa indonesia sudah sepuluh kali pemilihan umum diselenggarakan, yaitu dari tahun 1955, 1971,1977, 1982, 1992, 1997, 2004 dan terakhir 2009. semua pemilihan umum tersebut tidak diselenggarakan dalam situasi yang vacuum, melainkan berlangsung didalam lingkungan yang turut menentukan hasil pemilihan umum tersebut. Dari pemilu yang telah dilaksanakan juga dapat diketahui adanya upaya untuk mencari sistem pemilihan umum yang cocok untuk Indonesia.
         1.      Zaman Demokrasi Parlementer (1945-1959)
Pada masa ini pemilu dilaksanakan oleh kabinet Baharuddin Harahap pada tahun 1955. Pada pemilu ini pemungutan suara dilakukan dua kali yaitu yang pertama untuk memilih anggota DPR pada bulan September dan yang kedua untuk memilih anggota Konstituante pada bulan Desember. Sistem yang digunakan pada masa ini adalah sistem proporsional.
            Dalam pelaksanaannya berlangsung dengan khidmat dan sangat demokratis tidak ada pembatasan partai-partai dan tidak ada usaha dari pemerintah mengadakan intervensi terhadap partai kampanye berjalan seru. Pemilu menghasilkan 27 partai dan satu perorangan berjumlah total kursi 257 buah.
Namun stabilitas politik yang sangat diharapkan dari pemilu tidak terwujud. Kabinet Ali (I dan II) yang memerintah selama dua tahun dan yang terdiri atas koalisi tiga besar: Masyumi, PNI, dan NU ternyata tidak kompak dalam menghadapi beberapa persoalan terutama yang terkait dengan konsepsi Presiden Soekarno zaman Demokrasi  Parlementer berakhir.
         2.      Zaman Demokrasi Terpimpin (1959-1965)
Setelah pencabutan Maklumat Pemerintah pada bulan November 1945 tentang kebebasan untuk mendirikan partai, Presiden Soekarno mengurangi jumlah partai menjadi 10 buah saja. Di zaman Demokrasi Terpimpin tidak diadakan pemilihan umum.
         3.      Zaman Demokrasi Pancasila (1965-1998)
Setelah runtuhnya rezim Demokrasi Terpimpin yang semi-otoriter, masyarakat menaruh harapan untuk dapat mendirikan suatu sistem politik yang demokrati dan stabil. Usaha yang dilakukan untuk mencapai harapan tersebut diantaranya melakukan berbagai forum diskusi yang membicarakan tentang sistem distrik yang masih baru bagi bangsa Indonesia.
            Pendapat yang dihasilkan dari seminar tersebut menyatakan bahwa sistem distrik dapat mengurangi jumlah partai politik secara alamiah tanpa paksaan, dengan harapan partai-partai kecil akan merasa berkepentingan untuk bekerjasama dalam usaha meraih kursi dalam suatu distrik. Berkurangnya jumlah partai politik diharapkan akan membawa stabilitas politik dan pemerintah akan lebih berdaya untuk melaksanakan kebijakan-kebijakannya, terutama di bidang ekonomi.
            Karena gagal menyederhanakan sistem partai lewat sistem pemilihan umum, Presiden Soeharto mulai mengadakan beberapa tindakan untuk menguasai kehidupan kepartaian. Tindakan pertama yang dilakukan adalah mengadakan fusi diantara partai-partai, mengelompokkan partai-partai dalam tiga golongan yaitu Golongan Spiritual (PPP), Golongan Nasional (PDI), dan Golongan Karya (Golkar). Pemilihan umum tahun1977 diselenggarakan dengan menyertakan tiga partai, dalam perolehan suara terbanyak Golkar selalu memenangkannya.
4 .        Zaman Reformasi (1998- 2009)
            Ada satu lembaga baru di dalam lembaga legislatife, yaitu DPD ( dewan perwakilan daerah ). Untuk itu pemilihan umum anggota DPD digunakan Sistem Distrik tetapi dengan wakil banyak ( 4 kursi untuk setiap propinsi). Untuk pemilihan anggota DPR dan DPRD digunakan system proposional dengan daftar terbuka, sehingga pemilih dapat memberikan suaranya secara langsung kepada calon yang dipilih. Dan pada tahun 2004, untuk pertama kalinya diadakan pemilihan presiden dan wakil presiden secara langsung, bukan melalui MPR lagi.
BAB III
PEMBAHASAN
           

3.1 Manfaat Pemilu

Pemilu dipandang sebagai bentuk paling nyata dari kedaulatan yang berada di tangan rakyat serta wujud paling konkret partisipasi rakyat dalam penyelenggaraan negara. Oleh karena itu,sistem dan penyelenggaraan pemilu selalu menjadi perhatian utama karena melalui penataan, sistem dan kualitas penyelenggaraan pemilu diharapkan dapat benar-benar mewujudkan pemerintahan dari, oleh, dan untuk rakyat.

Penyelenggaraan Pemilu sangatlah penting bagi suatu negara, hal ini disebabkan karena :
*     Pemilu merupakan sarana perwujudan kedaulatan rakyat.
*      Pemilu merupakan sarana untuk melakukan penggantian pemimpin secara
konstitusional.
*     Pemilu merupakan sarana bagi pemimpin politik untuk memperoleh legitimasi.
*     Pemilu merupakan sarana bagi rakyat untuk berpartisipasi dalam proses politik.
3.2 Kelebihan dan Kelemahan Sistem Perwakilan Distrik dan Propesional
Pemilu memiliki berbagai macam sistem, tetapi ada dua sistem yang merupakan prinsip dalam pemilu dan sistem ini termasuk dari sistem pemilihan mekanis . Sistem tersebut adalah:
1)      Sistem perwakilan distrik ( satu daerah pemilihan memilih satu wakil )
didalanm sistem distrik satu wilayah kecil memilih satu wakil tunggal atas dasar suara terbanyak, sistem distrik memiliki variasi, yakni :
*       firs past the post : sistem yang menggunakan single memberdistrict dan pemilihan yang berpusat pada calon, pemenagnya adalah calon yang memiliki suara terbanyak.
*       the two round system : sistem ini menggunakan putaran kedua sebagai landasan untuk menentukan pemenang pemilu. hal ini dilakukan untuk menghasilkan pemenang yang memperoleh suara mayoritas.
*       the alternative vote : sama seperti firs past the post bedanya para pemilih diberi otoritas untuk menentukan preverensinya melalui penentuan ranking terhadap calon-calon yang ada.
*       block vote : para pemilih memiliki kebebasan untuk memilih calon-calon yang terdapat dalam daftar calon tanpa melihat afiliasi partai dari calon-calon yang ada.
Kelebihan Sistem Distrik
        Sistem ini mendorong terjadinya integrasi antar partai, karena kursi kekuasaan yang diperebutkan hanya satu.
         Perpecahan partai dan pembentukan partai baru dapat dihambat, bahkan dapat mendorong penyederhanaan partai secara alami.
         Distrik merupakan daerah kecil, karena itu wakil terpilih dapat dikenali dengan baik oleh komunitasnya, dan hubungan dengan pemilihnya menjadi lebih akrab.
         Bagi partai besar, lebih mudah untuk mendapatkan kedudukan mayoritas di parlemen.
        Jumlah partai yang terbatas membuat stabilitas politik mudah diciptakan
Kelemahan Sistem Distrik
        Ada kesenjangan persentase suara yang diperoleh dengan jumlah kursi di partai, hal ini menyebabkan partai besar lebih berkuasa.
        Partai kecil dan minoritas merugi karena sistem ini membuat banyak suara terbuang.
         Sistem ini kurang mewakili kepentingan masyarakat heterogen dan pluralis.
         Wakil rakyat terpilih cenderung memerhatikan kepentingan daerahnya daripada kepentingan nasional.
2)      Sistem perwakilan proposional  ( satu daerah pemilihan memilih beberapa wakil )
Sistem perwakilan proposional ialah sistem, di mana kursi-kursi di lembaga perwakilan rakyat dibagikan kepada tiap-tiap partai politik, disesuaikan dengan prosentase atau pertimbangan jumlah suara yang diperoleh tiap-tiap partai politik. Sistem ini juga disebut perwakilan berimbang atau multi member constituenty. ada dua macam sitem di dalam sitem proporsional, yakni ;
*       list proportional representation : disini partai-partai peserta pemilu menunjukan daftar calon yang diajukan, para pemilih cukup memilih partai. alokasi kursi partai didasarkan pada daftar urut yang sudah ada.
*       the single transferable vote : para pemilih di beri otoritas untuk menentukan preferensinya. pemenangnya didasarkan atas penggunaan kota.
Kelebihan Sistem Proposional
·         Dianggap lebih mewakili suara rakyat karena perolehan suara partai sama dengan persentase kursinya di parlemen.
·         Setiap suara dihitung dan tidak ada yang terbuang, hingga partai kecil dan minoritas bisa mendapat kesempatan untuk menempatkan wakilnya di parlemen. Hal ini sangat mewakili masyarakat heterogen dan pluralis.
Kelemahan Sistem Proposional
        Berbeda dengan sistem distrik, sistem proporsional kurang mendukung integrasi partai politik. Jumlah partai yang terus bertambah menghambat integrasi partai.
        Wakil rakyat kurang akrab dengan pemilihnya, tapi lebih akrab dengan partainya. Hal ini memberikan kedudukan kuat pada pimpinan partai untuk memilih wakilnya di parlemen.
         Banyaknya partai yang bersaing menyebabkan kesulitan bagi suatu partai untuk menjadi mayoritas.
perbedaan pokok antara sistem distrik dan proporsional adalah bahwa cara menghitung perolehan suara dapat menghasilkan perbedaan dalam komposisi perwakilan dalam parlemen bagi masing-masing partai politik.
3.3  Kelemahan Sistem Pemilu yang Memberikan Peluang Money Politic
Money politic (politik uang) merupakan uang maupun barang yang diberikan untuk menyoggok atau memengaruhi keputusan masyarakat agar memilih partai atau perorangan tersebut dalam pemilu, padahal praktek  money politic merupakan praktek yang sangat bertentangan dengan nilai demokrasi.
Lemahnya Undang-Undang dalam memberikan sanksi tegas terhadap pelaku money politic membuat praktek money politic ini menjamur luas di masyarakat. Maraknya praktek money politic ini disebabkan pula karena lemahnya Undang-Undang dalam mengantisipasi terjadinya praktek tersebut. Padahal praktek money politic ini telah hadir dari zaman orde baru tetapi sampai saat ini masih banyak hambatan untuk menciptakan sistem pemilu yang benar-benar anti money politic. 
Praktek money politic ini sungguh misterius karena sulitnya mencari data untuk membuktikan sumber praktek tersebut,  namun ironisnya praktek money politic ini sudah menjadi kebiasaan dan rahasia umum di masyarakat. Real-nya Sistem demokrasi pemilu di Indonesia masih harus banyak perbaikan, jauh berbeda dibandingkan sistem pemilu demokrasi di Amerika yang sudah matang.
Hambatan terbesar dalam pelaksanaan pemilu demokrasi di Indonesia yaitu masih tertanamnya budaya paternalistik di kalangan elit politik. Elit-elit politik tersebut menggunakan kekuasaan dan uang untuk melakukan pembodohan dan kebohongan terhadap masyarakat dalam mencapai kemenangan politik. Dewasanya, saat ini banyak muncul kasus-kasus masalah Pilkada yang diputuskan melalui lembaga peradilan Mahkamah Konstitusi (MK) karena pelanggaran nilai demokrasi dan tujuan Pilkada langsung. Hal itu membuktikan betapa terpuruknya sistem pemilu di Indonesia yang memerlukan penanganan yang lebih serius.
Solusi Mengatasi Money Politic
Kita sebagai masyarakat harus ikut berpartisipasi untuk mengkaji keputusan Mahkamah Konstitusi dalam menyelesaikan kasus-kasus pemillu agar tidak menyimpang dari peraturan hukum yang berlaku. Calon-calon pada pemilu juga harus komitmen untuk benar-benar tidak melakukan praktek money politik dan apabila terbukti melakukan maka seharusnya didiskualifikasi saja.
 Bentuk Undang-Undang yang kuat untuk mengantisipasi terjadinya money politic dengan penanganan serius untuk memperbaiki bangsa ini, misalnya membentuk badan khusus independen untuk mengawasai calon-calon pemilu agar menaati peraturan terutama untuk tidak melakukan money politic.
Sebaiknya secara transparan dikemukan kepada publik sumber pendanaan kampaye oleh pihak-pihak yang mendanai tersebut. Transparan pula mengungkapkan tujuan mengapa mendanai suatu partai atau perorangan, lalu sebaiknya dibatasi oleh hukum mengenai biaya kampanye agar tidak berlebihan mengeluarkan biaya sehingga terhindar dari tindak pencarian pendanaan yang melanggar Undang-Undang. Misalnya, anggota legislatif yang terpilih tersebut membuat peraturan Undang-Undang yang memihak pada pihak-pihak tertentu khususnya pihak yang mendanai partai atau perorangan dalam kampanye tersebut.
 Sadarilah apabila kita salam memilih pemimpin akan berakibat fatal karena dapat menyengsarakan rakyatnya. Sebaiknya pemerintah mengadakan sosialisasi pemilu yang bersih dan bebas money politic kepada masyarakat luas agar tingkat partisipasi masyarakat dalam demokrasi secara langsung meningkat.
 Perlu keseriusan dalam penyuluhan pendidikan politik kepada masyarakat dengan penanaman nilai yang aman, damai, jujur dan kondusif dalam memilih. Hal tersebut dapat membantu menyadarkan masyarakat untuk memilih berdasarkan hati nurani tanpa tergiur dengan praktek money politic yang dapat menghancurkan demokrasi.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Dari penjelasan-penjelasan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa sebenarnya pemilu merupakan suatu hak dan partisipasi masyarakat, juga sebagai penghubung antara infrastruktur politik atau kehidupan politik dilingkungan masyarakat dengan supra struktur politik atau kehidupan politik dilingkungan pemerintah sehingga memungkinnya tercipta pemerintahan dari rakyat, pemerintahan oleh rakyat, dan pemerintahan untuk rakyat.
Meski dapat kita lihat bahwa pemilu yang ada di indonesia ini belum bisa berjalan dengan baik. Hal ini dapat kita lihat , bahwa sampai sekarang ini masih banyak masyarakat yang masih Golput, ini menjadi tanggung jawab kita bersama dimana pemilu ini penting untuk menentukan pemerintahan kita selama 5 Tahun mendatang.
Dalam sistem distrik, jumlah pemenangnya yang akan menjadi wakil di parlemen adalah satu orang, sedangkan dalam sistem proporsional jumlah wakil yang akan mewakili suatu daerah pemilihan adalah beberapa orang sesuai dengan proporsi perolehan suaranya.
4.2   Saran
·         Bagi pemerintah, hendaknya merumuskan kebijakan mengenai Pemilu dengan sebaik-baiknya, menyeleksi jumlah partai dengan ketat, dan melakukan sosialisasi politik secara maksimal kepada masyarakat dan sebaiknya pemerintah membuat  pembenahan misalnya pendidikan dan pemberian informasi yang lengkap terhadap masyarakat sebagai pemilih.
·          Bagi partai politik, hendaknnya memaksimalkan fungsi-fungsi partai yang berkaitan dengan komunikasi, partisipasi, dan sosialisasi untuk melakukan pendidikan politik kepada masyarakat dan tidak melakukan praktek money politic.
·         Bagi masyarakat, supaya tidak mau menerima praktek money politic yang dilakukan oleh partai politik, agar tidak menyesal untuk kedepannya dan tidak golput dalam pemilihan dan juga harus peka terhadap partai politik.
·         Bagi mahasiswa, seharusnya mahasiswa lebih  peduli terhadap informasi terkait dengan perkembangan perpolitikan di Indonesia untuk meningkatkan pandangan dan pemikiran aktual mengenai kondisi bangsa sehingga dapat menularkan ilmu yang didapat kepada orang-orang yang disekitarnya yang belum mengerti tentang pemilu.
Continue Reading

MATERI PERKULIAHAN POLITIK HUKUM NASIONAL


Pokok Bahasan 1.

Pendahuluan
a. Latar belakang Studi hukum berusia sudah sangat lama mulai dari yunani kuno sampai zaman modern sekarang ini. Dalam kurun waktu itu studi hukum telah mengalami pasang naik dan surut, perkembangan dan pergeseran mengenai metodologi pendekatannya. Pasang surut perkembangan hukum tersebut tidak lepas dari perubahan struktur sosial akibat modernisasi industrialisasi, ekonomi, politik, perkembangan perangkat lunak.

Satjopto Raharjo menguraikan perkembangan hukum, dimana abad ke 19 di Eropa dan Amerika Serikat individu merupakan pusat pengaturan hukum, sedangkan badan hukum /lembaga hukum yang berkembang adalah badan hukum perdata. Keahlian hukum dikaitkan dengan keterampilan teknis atau keahlian tukang (siap kerja). Ketika itu studi hukum dapat dikaji dari hukum sendiri, hukum tidak memerlukan bantuan dan kerjasama dengan disiplin lain.
Dengan kemajuan teknologi dan modernisasi dalam segala aspek kehidupan, kedudukan individu mulai mendapat saingan oleh tampilnya subjek hukum lain selain perdata seperti comunity, kolektive dan negara. Dengan demikian bidang-bidang yang makin menonjol adalah bidang hukum publik, hukum administrasi dan hukum social ekonomi.
Dalam perkembangan dewasa ini, hukum dapat dilihat dari dimensi yang sangat kompleks. Mempelajari hukum saat ini tidak bisa lepas dari kajian disiplin ilmu lainnya. Artinya hukum tidak bisa dipelajari dari sudut pandang hukum semata-mata. Ahli hukum tidak bisa menutup dirinya seperti paham /ajaran hukum murni dari Hans Kelsen yang mengatakan hukum harus murni dari pengaruh faktor-faktor non yuridis, seperti faktor sosial, moral, politik, agama dan lain-lain.

Persoalan hukum sangat kompleks, karena itu pendekatannya bisa dari multy disiplin ilmu baik sosiologi, filsafat, sejarah, agama, psikologi, antropologi, politik dan lain-lain. Ketika kita berbicara Hukum Agraria (hukum pertanahan) ini tidak bisa dilepaskan dari aspek sejarah, filsafat. Ketika kita berbicara hukum tentang Pemilihan Umum, pendekatan politik sangat kental. Dalam perkembangan hukum Pemerintahan di Daerah pendekatan politik sangat mempengaruhi demikian juga ketika kita berbicara hukum Perbankan dan sebagainya.

Pendekatan hukum melalui multy disiplin tersebut telah melahirkan berbagai disiplin hukum di samping Philosophy of law dan science of law, juga seperti teori hukum ( legal theory/theory of law), sejarah hukum (history of law), sosiologie of law, Anthropology of law, Comparative of law , phychology of law dan sekarang Politic of law.

Hukum merupakan entitas yang sangat kompleks, meliputi kenyataan kemasyarakatan yang majemuk, mempunyai banyak aspek, dimensi dan fase. Hukum terbentuk dalam proses interaksi berbagai aspek kemasyarakatan (politik, ekonomi, sosial, budaya, teknologi, keagamaan dan sebagainya).

Jika hukum hanya dipelajari sebagai pasal-pasal dan dilepas dari kajian norma dan segi yang mempengaruhinya dapat menyebabkan kita frustasi dan kecewa berkepanjangan. Ketika kekuasaan mempengaruhi keputusan hukum (hakim), ketika DPR (parlemen) mengotak-atik pasal-pasal RUU menurut kepentingan partai mereka (bukan untuk rakyat) ketika itu hukum sudah menghambakan dirinya untuk politik.

Von Kirchman mengatakan bergudang-gudang buku Undang-undang yang ada di dalam perpustakaan bisa dibuang sebagai sampah yang tak bernilai ketika ada keputusan politik di parlemen yang mengubah isi undang-undang tersebut. Ungkapan itu tidak berlebihan melihat realitas yang terjadi di Indonesia saat ini. Ketika sistem pemilihan lewat perwakilan (MPR, DPR, DPRD undang-undangnya diobok-obok dengan sistem pemilihan langsung), banyak buku-buku tentang sistem pemilihan melalui perwakilan di Indonesia yang tidak berguna.

Salah satu pendekatan hukum yang marak dibicarakan dalam berbagai discursus adalah pendekatan hukum dari politik. Hal ini akhirnya melahirkan kajian baru di Fakultas Hukum yang dikenal dengan Politik Hukum. Awalnya kajian politik hukum hanya diajarkan di Program Magister ( S-2), tetapi sekarang hampir seluruh tingkatan S-1 program studi ilmu hukum sudah diajarkan matakuliah Politik Hukum.
Persoalan yang belum dapat jawaban yang pasti adalah kapan siapa dan kapan Politik Hukum yang mempopulerkan politik hukum. Namun Bellefroid tahun 1953 menggunakan istilah de rechtspolitiek yang kemudian dikenal dengan Politik Hukum sebagai suatu istilah mandiri, yakni ketika menjelaskan cabang-cabang ilmu apa saja yang termasuk dalam ilmu pengetahuan hukum.
Hukum pada awalnya dipahami identik dengan Peraturan Perundang-undangan persepsi itu keliru. Peraturan Perundang-undangan lebih luas dari undang-undang, UU hanya Produk DPR (legislatif bersama Presiden) sementara Peraturan Perundang-undangan adalah semua produk Badan pembuat UU dan produk badan atau pejabat Tata Usaha Negara yang mengikat dan berlaku umum.
Peraturan Perundang-undangan tersusun secara bertingkat/berjenjang, tidak boleh dibalik urutannya sebagaimana diatur dalam UU No. 10 tahun 2004 tentang Peraturan Perundang-undangan, yaitu:

1. UUD Negara Republik Indonesia tahun 1945
2. Undang-undang /Peraturan Pemerintah Pengganti UU.
3. Peraturan Pemerintah
4. Peraturan Presiden
5. Peraturan Daerah, terdiri dari :

• Perda Propinsi
• Perda Kabupaten/ Kota
• Peraturan Desa/Nagari
Sebelumnya Urutan Peraturan Perundang-undangan diatur Dalam Ketetapan MRPS No. XX/MPRS/1966 dan kemudian Diganti dengan Ketetapan MPR No.III/MPR/2000. Urutannya sebagai berikut:
1. UUD 1945
2. Ketetapan MPR
3. UU
4. Peraturan Pemerintah Pengganti UU (Perpu)
5. Peraturan Pemerintah
6. Keputusan Presiden
7. Peraturan Daerah
Terdapat perbedaan, antara ketetapan MPR No. III/MPR/2000 dengan UU No. 10 tahun 2004. UU No. 10 tidak mengenal lagi ketetapan MPR karena MPR setelah amandemen UUD tidak berwenang lagi mengeluarkan Ketetapan MPR, kewenangan MPR hanya (1) Mengubah dan menetapakan UUD dan (2) Melantik Presiden dan wakil Presiden. UU dan Perpu dibedakan tingkatannya, istilah Keputusan Presiden diganti dengan Peraturan Presiden.
(Peraturan Menteri, badan negara lain sekalipun tidak masuk kedalam hierarkhi Peraturan Perundang-undangan, menurut UU No. 10 tahun 2004 ia tetap merupakan peraturan perundang-undangan).

b. Peristilahan Politik Hukum.
Istilah Politik hukum tediri dari 2 kata yaitu “ Politik” dan “Hukum”. Antara kata politik dan hukum oleh kebanyakan ahli hukum memandangnya sebagai dua kata yang paradok. Hukum adalah suatu hal yang sudah pasti dan jelas, sementara politik suatu hal yang selalu mengandung ketidak pastian selalu berubah-ubah menurut pelaku politik.

Istilah politik hukum terjemahan dari bahasa Belanda yaitu rechtspolitiek, terbentuk dari dua kata yaitu rechts dan politiek. Istilah itu pernah digunakan oleh Bellefroid “
”Politiek” dalam bahasa Belanda mengandung arti beleid dalam bahasa Indonesia diterjemahkan dengan ”kebijakan”. Kebijakan berarti adalah rangkaian konsep dan asas yang menjadi garis besar dan dasar rencana dalam pelaksanaan suatu pekerjaan , kepemimpinan dan cara bertindak. Misalnya kebijakan penanganan korupsi, kebijakan peradilan satu atap, kebijakan perekonomian Kabinet Indonesia Bersatu dan lain-lain.
Politik Hukum dalam bahasa Inggris disebut Legal Policy, istilah yang terdiri dari dua variable “Politik” dan “Hukum”. Dalam konteks ini Politik Hukum dipahami sebagai bagaimana politik mempengaruhi hukum atau sebaliknya hukum mempengaruhi politik yang kemudian mengkristal di dalam politik hukum yang digariskan oleh suatu negara.
Dalam hubungan konsep keilmuan ketika mempelajari Ilmu Negara, hukum diibaratkan rangka dalam tubuh manusia, sedangkan politik diibaratkan daging atau istilah yang digunakan Muchtar Koesoemaatmadja maupun Sri Soemantri hukum ibarat Rel, sementara politik merupakan lokomotifnya. Pertanyaan apakah rangka yang mengikuti daging atau daging yang mengikuti rangka, ataukah lokomotif yang mengikuti rel atau rel yang mengikuti lokomotif. Mana yang aman dari pertanyaan di atas.

c. Pengertian/Definisi Politik Hukum
Ketika kita berbicara pengertian/definisi kita ingat ungkapan Immanuel Kant, sulit mendapatkan satu kesatuan pengertian/definisi tentang hukum. Hal yang sama juga untuk mendapatkan pengertian Politik Hukum. Para ahli mengemukakan definisi menurut latar belakang, cara pandang masing-masing tentang Politik Hukum. Terdapat perbedaan, namun ada persamaan. Selain itu pengertian politik hukum dapat dilihat dari segi tata bahasa.

I. Dari segi Tata Bahasa (asal usul kata)
Dalam kamus bahasa Belanda yang ditulis Van der Tas, kata politiek mengandung arti beleid. Kata beleid sendiri dalam bahasa Indonesia berarti kebijakan (policy). Dari penjelasan itu dapat diartikan politik hukum secara singkat berarti kebijakan hukum. Kebijakan sendiri dalam kamus besar bahasa Indonesia berarti serangkaian konsep dan asas yang menjadi garis besar dan dasar rencana dalam pelaksanaan suatu pekerjaan, kepemimpinan dan cara bertindak. Dengan kata lain Politik Hukum adalah Rangkaian konsep dan asas yang menjadi garis besar dan dasar rencana dalam pelaksanaan suatu pekerjaan, kepemimpinan, dan cara bertindak dalam bidang Hukum.
Kata kebijakan (wisdom, wijsheid) dan kebijaksanaan ( policy, beleid) menurut Girindro Pringgodigdo dua hal yang berbeda. Kebijaksanaan adalah serangkaian tindakan atau kegiatan yang direncanakan dibidang hukum untuk mencapai tujuan atau sasaran yang dikehendaki. Orientasinya pada pembentukan dan penegakan hukum masa kini, masa depan. Adapun kebijakan adalah tindakan atau kegiatan seketika (instand desicion) melihat urgensi/situasi yang dihadapi berupa pengambilan keputusan di bidang hukum yang bersifat pengaturan dan keputusan tertulis/lisan yang berdasarkan kewenangan diskresi (kewenangan bebas bertindak jika hukumnya tidak jelas/belum ada).
Sekalipun kedua istilah itu secara konseptual berbeda, namun dalam praktek sehari-hari sering penggunaanya dalam pengertian yang sama yakni rangkaian konsep dan asas yang menjadi garis besar dan dasar rencana dalam pelaksanaan suatu pekerjaan, kepemimpinan dan cara bertindak.

II. Menurut Para ahli, diantara pandangannya adalah:
• Padmo Wahyono dalam tulisannya “Menyelisik proses terbentuknya Perundang-undangan, Forum Keadilan mengatakan Politik Hukum adalah Kebijakan penyelenggaraan negara, tentang apa yang dijadikan kriteria untuk menghukumkan sesuatu. Kebijakan itu dapat berkaitan dengan membentuk hukum, penerapan hukum dan penegakkan hukum

• Teuku M Radhie, “Pembaharuan dan Politik Hukum dalam Rangka Pembangunan Hukum”. Politik hukum sebagai suatu pernyataan kehendak penguasa negara mengenai hukum yang berlaku diwilayahnya, dan mengenai arah perkembangan hukum yang dibangun.

• Sodarto, Politik Hukum adalah kebijakan dari negara melalui badan-badan negara yang berwenang untuk menetapkan peraturan-peraturan yang dikehendaki, yang diperkirakan akan digunakan untuk mengekpresikan yang terkandung dalam masyarakat dan dalam mencapai apa yang dicita-citakan. (hukum dan Hukum Pidana).

• Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, Politik hukum sebagai aktivitas memilih dan cara yang hendak dipakai untuk mencapai suatu tujuan sosial dan hukum tertentu dalam masyarakat.

• Abdul Hakin G Nusantara “Politik Hukum Nasional”. Politik hukum adalah kebijakan hukum ( legal policy) yang hendak diterapkan atau dilaksanakan secara nasional oleh suatu pemerintahan negara tertentu.
Dari definisi yang dikemukakan di atas, sebetulnya dapat ditarik unsur-unsur dari Politik Hukum yakni:
a. Kehendak penguasa negara mengenai hukum
b. Kehendak tersebut telah dituangkan/digariskan dalam dokumen kenegaraan
c. Hal itu dijadikan pedoman/arah untuk dijalankan secara nasional
d. Ini menyangkut pembentukan dan penegakan hukum.
Kesimpulan, Politik Hukum adalah kebijakan dasar penyelenggaraan negara dalam bidang hukum yang akan, sedang dan telah berlaku, bersumber dari nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat untuk mencapai tujuan negara yang dicita-citakan.

Pokok Bahsan II
Politik Hukum Suatu Kajian Hukum Tata Negara
a. Hukum yang berhubungan dengan Kekuasaan

Dilihat dari sistematika perkembangan hukum dibedakan atas hukum Privat dan hukum Publik. Hukum mengatur hubungan hukum yang berkenaan dengan kepentingan perorangan. Sedangkan hukum publik mengatur hubungan hukum yang berkenaan dengan kepentingan publik (orang banyak). Di antara hukum publik adalah hukum Tata Negara yakni yang mempelajari ketatanegaraan suatu negara (konstitusinya) makanya disebut dengan hukum konstitusi.
Kenapa Politik Hukum merupakan Kajian Hukum Tata Negara ?
1. Dilihat dari Pengertian Politik Hukum.
Politik Hukum sebagai kebijakan dasar penyelenggaraan negara dalam bidang hukum yang akan, sedang dan telah berlaku, yang bersumber dari nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat untuk mencapai tujuan negara yang dicita-citakan. Dalam definisi itu terdapat kata “penyelenggara negara” dan “tujuan negara” yang menjadi aspek kajian Hukum Tata Negara.
Penyelenggara negara disebut dengan pemerintah (government) bisa diartikan dalam arti luas mencakup semua kekuasaan dan fungsi kenegaraan (eksekutif, legislatif dan yudikatif). Fungsi mana diperankan oleh kembaga-lembaga negara dan lembaga-lembaga pemerintah.
Tujuan Negara sebagaimana dirumuskan dalam pembukaan UUD Negara Republik Indonesia tahun 1945 yaitu melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia. Tujuan itu tidak mungkin dicapai dengan mudah, tetapi perlu strategi/kebijakan. Perlu upaya yang sekarang dikenal dengan Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) dan Rencana pembangunan jangka menengah (RPJM) maupun rencana tahunan.

2. Pandangan ahli
Kedudukan Hukum Tata Negara dalam kerangka hukum, pandangan van Vollenhoven, Openheim bahwa Hukum Tata Negara adalah rangkaian peraturan yang menetapkan badan-badan (organ) suatu negara dengan memberi wewenang kepada organ itu serta membagi pekerjaan kepada alat negara baik yang tinggi maupun yang rendah (di pusat maupun di daerah). Dari definisi HTN dapat dipahami bidang kajian politik hukum merupakan bidang kajian hukum tata negara yakni hukum yang berhubungan dengan kekuasaan kenegaraan, seperti UU No. 10 tahun 2008 tentang Pemilihan Umum, UU Pemilihan Presiden (sedang dalam bahasan DPR), UU No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah jo 12 tahun 2008, UU No. 4 tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman, UU No. 14 tahun 1985 jo No. 5 tahun 2005 tentang Mahkamah Agung dan lain-lain.
Dalam studi hukum di Belanda Hukum Tata Negara bukan sekedar menjadi muara berlakunya hukum materi dan hukum formal, tetapi juga organisasi peradilan dengan mana hukum materil hendak dipertahankan. Jadi Hukum Tata Negara di dalamnya tercakup hukum acara (formil), hukum materil dan hukum yang mengatur organ kenegaraan. Ketika kita berbicara organ kenegaraan, hal itu tidak lepas dari kajian politik hukum. Misalnya sistem apa yang digunakan untuk menentukan calon anggota DPR yang terpilih (suara terbanyak atau nomor urut), berapa persen perolehan suara parpol baru bisa mengusung pasangan calon presiden, berapa jumlah anggota DPR/DPD/MPR/BPK,MA,MK, kewenangan masing-masingnya, semuanya itu tidak lepas dari pergulatan politik di DPR yang menentukannya.

b. Politik Hukum Nasional

Politik hukum nasional yang dimaksud adalah kebijakan dasar penyelenggaraan negara dalam bidang hukum yakni hukum yang akan, sedang dan telah dijalankan, yang bersumber dari nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat untuk mencapai tujuan negara yang dicita-citakan. Setiap negara memiliki politik hukum nasional masing-masing, karena itu politik hukum nasional dibentuk dalam rangka untuk mewujudkan cita-cita ideal negara.

Bagi Indonesia tujuan politik hukum adalah:
(1) Sebagai alat (tool) atau sarana yang dapat digunakan oleh pemerintah untuk menciptakan suatu sistem hukum nasional Indonesia.
(2) Sebagai sarana untuk merekayasa perkembangan, perubahan yang terjadi dalam kehidupan kenegaraan.
(3) Arah yang ingin diwujudkan dalam pembangunan di bidang hukum.

Hukum Nasional Indonesia bersumber pada Pancasila dan UUD Negara RI tahun 1945 menurut Sunaryati Hartono (guru besar Unpad, mantan kepala BPHN) dapat berisi hukum nasional yang telah ditetapkan, hukum barat, hukum adat dan hukum Islam. Arief Sidarta (guru besar filsafat Unpad) berpendapat tatanan hukum nasional harus mengandung ciri-ciri:
a. berwawasan kebangsaan dan berwawasan nusantara
b. mampu mengakomodir kesadaran hukum kelompok etnis kedaerahan dan keyakinan keagamaan
c. Sedapat mungkin tertulis dan terunifikasi
d. Bersifat nasional yang mencakup rationalitas efisiensi, rationalitas kewajaran, rationalitas kaedah, rationalitas nilai.
e. Aturan prosedural yang menjamin transparansi yang memungkinkan kajian rational terhadap proses pengambilan keputusan oleh pemerintah
f. Responsif terhadap perkembangan aspirasi dan ekspektasi masyarakat.
Bagi Indonesia Politik Hukum Nasionalnya dapat dilihat dalam berbagai dokumen perencanaan yang telah ditetapkan. Pada masa awal kemerdekan hal itu dirumuskan dalam UUD 1945 Pasal II Aturan Peralihan, masa Orde Lama dirumuskan dalam Manifesto Politik Orde Lama sebagai GBHN pada waktu itu, masa Orde Baru dalam Ketetapan MPR tentang GBHN, masa reformasi ditemukan dalam Program Pembangunan Nasional (Propenas) Ketetapan MPR No. IV tahun 1999 jo UU Nomor 25 tahun 2000 dan Masa Kepemimpinan SBY-Kalla dituangkan dalam RPJM Peraturan Presiden No. 67 tahun 2005.

Pokok Bahasan 3
A. Ruang lingkup Politik Hukum

Politik hukum tidak lepas dari kebijakan dibidang lain. Penyusunan politik hukum harus selalu diusahakan seiring dengan aspek-aspek kebijakan dibidang ekonomi, politik, sosial, budaya, teknologi dan sebagainya. Cakupan politik hukum dapat dipahami dalam dua pengertian yaitu:
(1) Politik Hukum sebagai arah kebijakan pembangunan hukum suatu negara, hal ini mencakup kebijakan hukum yang telah, sedang dan akan dilakukan oleh suatu negara.
(2) Politik Hukum diartikan sebagai hubungan pengaruh timbal balik antara hukum dan politik.

Ad 1. Ada dua lingkup utama arah kebijakan pembangunan hukum suatu negara yakni:
a. Politik Pembentukan Hukum
b. Politik Penegakan hukum.

a. Politik pembentukan hukum adalah kebijakan yang bersangkutan dengan penciptaan, pembaharuan dan pengembangan hukum. Hal ini mencakup:
1. Kebijakan pembentukan perudang-undangan, kebijakan pembentukan hukum kita yang utama adalah lewat perundang-undangan. Bagi Negara Indonesia yang mengikuti sistem hukum continental undang-undang adalah sumber utama hukum. Karena itu kebijakan pembentukan perundang-undangan harus direncanakan melalui suatu sistem perencanaan nasional yang disusun dalam program legislasi nasional. Lewat program legislasi nasional akan tampak arahan undang-undang apa yang akan dibuat dalam 20 tahun yang akan datang, 5 tahun yang akan datang, ataupun 1 tahun yang akan datang. Namun, boleh saja dalam perjalanannya terjadi perkembangan yang cepat, apa yang telah di program diubah berdasarkan kebutuhan.

2. Kebijakan (pembentukan) hukum yurisprudensi, yurispudensi merupakan sumber hukum selain undang-undang. Pada dasarnya sistem hukum Indonesia menganut asas hakim tidak terikat pada preceden atau putusan terdahulu mengenai persoalan hukum serupa. Dalam sistem kontinental putusan pengadilan bersifat “persuasive power of the precedent”. Berbeda dengan system anglo saxon dimana hakim terikat pada precedent yang disebut dengan “Stare decisis et quit non movers” sebagai asas “the binding force of precedent”. Tetapi UU Kehakiman menganut asas ius curia novit (pasal 16). Artinya hakim tidak boleh menolak mengadili perkara dengan alasan undang-undang tidak ada, tidak jelas, belum lengkap, tetapi wajib mengadili perkara. Untuk mengadili tersebut hakim harus tunduk pada ketentuan pasal 27 Undang –undang No. 4 tahun 2004 yang mengatakan “ hakim wajib menggali, mengikuti nilai-nilai hukum yang hidup dalam masyarakat” atau living law.

3. Kebijakan terhadap peraturan tidak tertulis lainnya merupahan hukum yang tidak tertulis yang tumbuh dan berkembang dalam kehidupan masyarakat, kebiasaan mana diperlihara dan dipertahankan dalam mengatasi persoalan yang dihadapi. Seperti dalam bidang pertanahan yang mengakui keberadaan hak ulayat. Hak ulayat mana diatur menurut sistem hukum adat yang mempunyai ciri khas tidak tertulis, namun Undng-undang Pokok Agraria mengakui hak tersebut sepanjang masih ada dan hidup dalam kenyataannya di tengah-tengah masyarakat adat tersebut.

b. Politik Penegakan Hukum mencakup:
1. Kebijakan dibidang peradilan, dalam hal ini bagaimana arah kebijakan terhadap peradilan. Misalnya sebelum amandemen UUD 1945 kebijakan terhadap peradilan dikelola melalui dualisme pembinaan. Satu sisi hakim berada dibawah pembinaan Mahkamah Agung, sisi lain hakim berada di jajaran departemen dibawah pembinaan Menteri terkait (eksekutif). Kebijakan demikian melahirkan kecurigaan dan pertanyaan, hakim tidak independen/ apakah hakim bisa mandiri dalam mengadili perkara. Setelah di amandemen kebijakan terhadap peradilan dilakukan lewat pembinaan satu atap, semuanya berada di bawah Mahkamah Agung. Tetapi untuk menjaga indepensi hakim, dibentuk lembaga yang dikenal dengan KomisiYudisial.
2. Kebijakan dibidang pelayanan hukum. Dalam hal ini perlu pelayanan hukum yang cepat, mudah, terjangkau oleh masyarakat, transparan dan akuntabel. Dalam hal ini juga dilakukan kebijakan yang dapat memberantas terjadinya Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN)

Kelima komponen arah kebijakan pembentukan hukum tersebut akan membentuk sistem hukum nasional. Hukum nasional itu akan berfungsi ditentukan oleh 5 faktor yang satu dengan yang lain saling menunjang dan tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lainnya. Kelima faktor yang disebut dengan kondisi hukum tetap ( conditio sine quanon) terdiri dari:
a. Substansi hukum /materi hukum ( legal substance)
b. Budaya hukum (kesadaran hukum masyarakat ( legal culture)
c. Aparatur penegak hukum ( legal aparatus)
d. Sarana dan prasarana (equitment)
e. Pendidikan hukum (legal education)
Kedua lingkup utama arah kebijakan pembangunan hukum tersebut (kebijakan pembentukan perundang-undangan/hukum tertulis dan kebijakan penegakan hukum) tersebut hanya dapat dibedakan dan tidak dapat dipisahkan. Keduanya saling berkait dan berfungsi sebagai suatu sistem, dimana sub sistem yang lain merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan, dan saling berhubungan sebagai suatu totalitas.
• Keberhasilan suatu peraturan perundang-undangan tergantung pada penerapannya. Apabila penegakan hukum tidak dapat berfungsi dengan baik peraturan perundang-undangan yang bagaimanapun sempurnanya tidak atau kurang memberikan arti sesuai dengan tujuan.

• Putusan dalam rangka penegakkan hukum merupakan instrumen kontrol bagi ketepatan dan kekurangan suatu peraturan perundang-undangan

• Penegakan hukum merupakan dinamisator peraturan perundang-undangan . Melalui putusan dalam rangka penegakan hukum peraturan perundang-undangan menjadi hidup dan diterapkan sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan masyarakat.

• Pembentukan hukum dan penegakan hukum melibatkan SDM, tata kerja, pengorganisasian, sarana dan prasarana. SDM yang handal, pengorganisasian yang efektif dan efisien, sarana dan prasarana yang memadai akan turut menentukan keberhasilan pembentukan dan penegakan hukum.

• Politik pembentukan dan penegakan hukum harus disertai pula dengan politik pembinaan sumber daya manusia, tata kerja, pengorganisasian dan sarana/prasarana.

Ad 2. Hubungan kausalitas antara hukum dan politik
Politik Hukum sebagai kebijakan hukum (legal policy) yg sudah, akan atau telah dilaksanakan secara nasional oleh pemerintah mencakup pula pengertian bagaimana politik mempengaruhi hukum dengan cara melihat konfigurasi kekuatan yang ada dibekang pembuatan dan penegakan hukum.

Bagaimana hubungan kausalitasnya, apakah hukum yg mempengaruhi politik atau politik yang mempengaruhi hukum ?. Jawaban dapat berupa:

a. Hukum determinan atas politik dalam arti kegiatan-kegiatan politik di atur dan tunduk pada aturan-aturan hukum (mereka yg memandang hukum sebagai das sollen (keharusan) para idealis)
b. Politik determinan atas hukum , karena hukum merupakan hasil atau kristalisasi dari kehendak politik yg saling berintegrasi dan bersaing. Mereka memandang hukum sebagai das sain, penganut empiris dan memandang realitas.
c. Politik dan hukum sebagai subsistem kemasyarakatan berada pada posisi dan derajat determinan yang seimbang, sekalipun hk produk politik tetapi jika hkm ada, politik harus tunduk pada hukum.
Dalam politik hukum terdapat dua variabel, yakni variabel terpengatur (hukum) dan variabel yang mempengaruhi (politik).

Dalam studi Politik Hukum kita tidak melihat hukum ansich das sollen tetapi juga das sain.
Asumsi dasar disini “hukum merupakan produk politik”.
Dalam melihat hubungan keduanya, hukum sebagai terpengaruh (dependent variable) dan politik sebagai variabel yang berpengaruh ( independent variable).
Hukum dipengaruhi politik atau politik determinan atas hukum mudah dipahami dan realitasnya demikian karena hukum merupakan kristalisasi dari kehendak politik yang saling berintegrasi dilingkungan pengambil keputusan.

B. Dasar dan Corak Politik
Ada pendapat yang diterima oleh umum bahwa hukum khususnya Peraturan Perundang-undangan merupakan produk politik. Bukan saja karena dibuat oleh DPR, Presiden, tetapi peraturan perundang-undangan pada dasarnya akan mencerminkan pemikiran dan kebijaksanaan yang paling berpengaruh di negara yang bersangkutan. Pikiran politik dan kebijakan politik yang berpengaruh tersebut dapat bersumber, kepada ideologi tertentu, kepentingan tertentu atau tekanan-tekanan sosial yang kuat dari masyarakat.
Gambaran di atas menunjukkan politik hukum mempunyai hubungan dengan bidang lain. Penyusunan Politik Hukum harus diusahakan seiring dengan aspek-aspek kebijakan di bidang ekonomi, politik, sosial, teknologi dan sebagainya. Demikian pula sebaliknya , kebijakan dibidang ekonomi, politik, sosial, teknologi dan lain-lain tidak boleh mengabaikan dasar-dasr dan tatanan hukum yang semestinya melandasi kebijakan tersebut. Selain itu politik hukum sangat dipengaruhi oleh doktrin kenegaraan, apakah doktin sosialisme ataupun komunisme.
Corak Politik Hukum di bidang ekonomi di negara dengan doktrin sosialis akan berbeda dengan corak Politik Hukum di bidang ekonomi di negara dengan doktrin kapitalis. Hukum di bidang ekonomi di negara sosialis selalu memberi tempat pada negara dan pemerintah untuk mempengaruhi keadaan ekonomi. Sedangkan hukum di bidang ekonomi di negara kapitalis akan lebih banyak mencerminkan aturan yang menjamin ekonomi pasar. Dalam prakteknya akan dijumpai lingkup gabungan antara berbagai sistem tergantung materi yang diatur karena tidak zamannya lagi membedakan secara tajam antara serba negara dan serba pasar. Bagi kebanyakan negara, pendekatan yang serba ideologis sudah lama dan berangsur-angsur ditinggalkan, termasuk dalam menentukan politik hukum.
Politik hukum dinegara demokrasi akan berbeda dengan negara yang diperintah dengan diktator. Politik hukum pada negara demokrasi berusaha memberi peluang luas bagi keikutsertaan masyarakat menentukan corak dan isi hukum yang dikehendaki. Pada negara diktator akan selalu menghindari partisipasi masyarakat dalam menentukan corak dan isi hukum. Kehendak penguasa diktator selalu menjadi dasar kaedah dan menuntun penyerahan total warga pada kehendak penguasa.
Indonesia sebagai negara yang berdasarkan pancasila yang berdasarkan kekeluargaan mempunyai politik hukum tersendiri sesuai dengan cita hukum (rechts idee) yang terkandung dalam pancasila dan UUD Negara RI tahun 1945. Pada tataran politik, tujuan politik hukum Indonesia adalah tegaknya negara hukum yang demokratis. Pada tataran sosial dan ekonomi politik hukum bertujuan mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia dan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Sedangkan pada tataran normatif, politik hukum normatif bertujuan tegaknya keadilan dan kebenaran dalam segala aspek kehidupan masyarakat. Seluruh tujuan tersebut berada dalam satu bingkai tatanan hukum nasional yang bersumber dan berdasarkan Pancasila dan UUD Negara RI tahun 1945.

Pokok bahasan 4.
Model/Pola pelaksanaan Politik Hukum oleh Negara-negara.

A. Umum
Setiap Negara mempunyai politik hukum masing-masing, perbedaanya hanya terletak pada cara pengelolaannya. Jika dikelompokkan politik hukum yang dianut oleh negara-negara tersebut dibedakan atas:
a. Negara yang politik hukumnya disusun secara terencana dan sistematis (planning states). Hal itu lazimnya dijalankan oleh negara negara dengan sistem perencanaan yang berkehendak menyusun kembali secara menyeluruh tatanan hukum baik karena alasan ideologis maupun perubahan sistem politik, misalnya negara jajahan menjadi negara merdeka. Perubahan bentuk kerajaan menjadi bentuk republik dan sebagainya.
b. Negara yang telah memiliki sistem hukum yang mapan, asas dan kaedah hukum pokok telah tersusun, politik hukum dijalankan secara sederhana dikaitklan dengan kebutuhan-kebutuhan khusus dari pada perubahan hukum pokok (basic law). Politik ini dapat dilakukan melalui program tahunan mengikuti perubahan kebijakan ekonomi, politik, sosial, budaya yang terjadi dari waktu ke waktu.

B. Model Politik Hukum Permanen (tetap) hal ini berkaitan dengan sikap yang selalu menjadi dasar kebijakan pembentukan dan penegakkan hukum: Bagi Indonesia, politik hukum yang tetap antara lain:
a. Ada satu kesatuan sistem hukum
b. Sistem hukum nasional dibangun berdasarkan dan untuk memperkokoh sendi-sendi Pancasila dan UUD 1945.
c. Tidak ada hukum yang memberikan hak-hak istimewa pada warga tertentu berdasarkan ras, suku atau agama. Kalaupun ada perbedaan semata-mata didasarkan pada kepentingan nasional dalam rangka kesatuan dan persatuan bangsa.
d. Pembentukan hukum memperhatikan kemajemukan masyarakat
e. Hukum adat dan hukum tidak tertulis lainnya diakui sebagai sub sistem hukum nasional sepanjang nyata hidup dan dipertahankan dalam pergaulan masyarakat.
f. Pembentukan hukum sepenuhnya didasarkan partisipasi masyarakat.
g. Hukum dibentuk dan ditegakkan demi kesejahteraan umum (keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia), terwujudnya masyarakat Indonesia yang demokratis dan mandiri serta terlaksananya negara berdasarkan atas hukum dan konstitusi.

C. Politik hukum yang temporer. Ditetapkan dari waktu kewaktu sesuai dengan kebutuhan. Termasuk ke dalam kategori ini seperti penentuan prioritas pembentukan peraturan Perundang-undangan, pembaruan Perundang-undangan dibidang ekonomi, penghapusan perundang-undangan sisa warisan kolonial, pembentukan perundang-undangan yang berpihak pada HAM, Pemerintahan, Keuangan dll.

Undang-undang Dasar Negara RI tahun 1945 menghendaki suatu pola kebijakan yang tersusun secara sistematis, spesifik dan terencana dari waktu ke waktu. Karena itu dari waktu kewaktu diharapkan dari priode tertentu tersusun suatu politik hukum secara terencana. Bagi Indonesia yang sedang membangun lewat Pelita dan RPJP/M nya politik hukum yang temporer lebih ditujukan pada pembaharuan hukum untuk mewujudkan suatu sistem hukum nasional dan berbagai aturan yang dapat memenuhi kebutuhan Indonesia untuk dapat menjadi negara modern. Politik hukum nasional mencakup pembangunan asas-asas hukum, kaedah-kaedah hukum pokok, kaedah-kaedah hukum sektoral, disamping politik hukum yang berkaitan dengan pelayanan dan penegakan hukum.

Pokok Bahasan 5
Tata Urutan Norma Hukum dalam Negara
A. Tertib Hukum Dalam Negara
Untuk kajian selanjutnya kita akan membahas terlebih dahulu mengenai teori utama peraturan perundang-undangan yang dikemukakan oleh ahli hukum terkenal Hans Kelsen tentang hierarkhi norma (The hierarchy of the norms) yang dikemasnya dalam teori yang populer dengan teori hukum murni ( The Pure theory of law). Karena itu,
tertib hukum yang dikaji adalah Tertib/tata susun Peraturan Perundang-undangan dalam suatu negara.
Apa yg dimaksud dengan Peraturan perundang-undangan ( wet in marerie zin/Gezetz in materiellen sinne )? Apakah sama undang-undang dengan peraturan perundang-undangan .

D.P.W Ruiter dikutip oleh Hamid S. Attamimi mengemukakan 3 unsur norma hukum dalam negara yaitu:
- Rechtsnormen (norma hukum)
- Naar buiten werken (berlaku keluar)
- Algemeenheid inruime zin (mengatur hal yang umum)
Norma dalam peraturan perundang-undangan mengandung salah satu sifat, Perintah (gebod), larangan (verbod), perizinan/pengecualian (toesteming) dan pembebasan (vrijesteling).
Menurut ilmu tentang logika norma (normenlogica) hubungan keempat operator norma tersebut dapat dikembangkan lebih jauh melalui hubungan ekuivalen, kontradiktif maupun implikatif.

Norma hukum tertuju pada rakyat (subjek hukum) baik dalam hubungan dengan sesama maupun hubungan dengan pemerintah. Yang mengatur hubungan antar sesama organ bukanlah norma hukum yang sesungguhnya, paling disebut dengan norma organisasi.
Kategori norma ada yang umum/individual dan abstrak /konkret
Perbedaan umum/indifidual itu terletak pada alamat yang dituju dalam peraturan (adressatnya), sedangkan abstrak/konkret pada hal yang diatur.

Benyamin Azkin menyatakan Pembentukan norma hukum publik berbeda dengan pembentukan norma hukum privat. Karena itu dilihat dari norm structure hukum publik berada di atas hukum privat. Dilihat dari struktur lembaga (institutional structure) state berada diatas population.

Hukum publik dibentuk oleh lembaga negara (Pemerintah dan DPR) yang disebut dengan supra struktur, sedangkan norma hukum privat dibentuk oleh masyarakat yang disebut dengan Infra struktur

B. Pandangan Ahli Perundang-undangan
Hans Kelsen:
1. Grundnorm/Grund Gezetz yang disebut dengan norma Dasar dalam kepustakaan Belanda disebut dengan Grond Wet. Merupakan tatanan norma yang paling tinggi dan menjadi gantungan /dasar berlakunya norma di bawahnya. Norma ini di Indonesia disebut dengan UUD ( tidak konstitusi ), karena konstitusi adalah hukum dasar tertulis dan tidak tertulis (konvensi) sementara UUD hanya merupakan hukum dasar yang tertulis saja. UUD menurut paham ini adalah sebagian dari hukum dasar suatu negara.
2. Norm ( Formeel norm), norma ini dibuat oleh badan legislatif suatu negara di Indonesia disebut dengan undang-undang (wet) zaman Hindia Belanda
3. Verornung, yaitu peraturan pelaksanaan dari formeel gezetz di Indonesia setingkat Peraturan Pemerintah maupun Peraturan Presiden

Hans Nawiasky (murid Kelsen)
1. Staats Fundamental Norm, yang dikenal dengan norma dasar negara, norma ini ada sebelum negara yang berfungsi sebagai dasar pembentukan konstitusi/UUD dan norma perubahannya.
2. Staats Grundnorm, yang disebut dengan norma Dasar yang dalam kepustakaan Belanda disebut dengan Grond Wet. Merupakan Tatanan norma yang paling tinggi dan menjadi gantungan /dasar berlakunya norma di bawahnya. Norma ini di Indonesia disebut dengan UUD ( tidak konstitusi, karena konstitusi adalah hukum dasar tertulis dan tidak tertulis (konvensi) sementara UUD hanya merupakan hukum dasar yang tertulis saja. UUD menurut paham ini adalah sebagian dari hukum dasar suatu negara.
3. Norm ( Formeel norm), norma ini dibuat oleh badan legislatif suatu negara di Indonesia disebut dengan undang-undang (wet) zaman Hindia Beland
4. Verornung yaitu peraturan pelaksanaan dari formeel gezetz di Inonesia setingkat Peraturan Pemerintah maupun Peraturan Presiden
5. Autonome satzung, yaitu peraturan pelaksanaan dari formeel gezetz di Indonesia setingkat Peraturan Pemerintah maupun Peraturan Presiden

Teori Kelsen (stufentheorie) mengajarkan norma hukum itu berjenjang dan berlapis dalam suatu hierarkhi tata susun, dimana suatu norma yang lebih rendah berlaku bersumber dan berdasar pada norma yang lebih tinggi, demikian seterusnya sampai pada norma yang tidak dapat ditelusuri lebih lanjut dan bersifat hipotetis fiktif yaitu Grundnorm.
Norma dasar merupakan norma yang paling tinggi dalam sistem norma dan ia tidak dibentuk oleh norma yg lebih tinggi tetapi ditetapkan terlebih dahulu oleh masyarakat sebagai norma dasar dan menjadi gantungan bagi norma yang dibawahnya. Ajaran Kelsen diilhami oleh muridnya Adolf Merkl yang menyatakan norma hukum itu selalu mempunyai dua wajah “ das doppelte rechtssanlitz”. Norma hukum itu keatas bersumber pada norma yang diatasnya, dan kebawah menjadi dasar/sumber norma yg dibawahnya.

Menurut Nawiasky norma selain berjenjang juga berkelompok yang terdiri dari Norma fundamental Negara, Aturan Dasar/pokok Negara, UU dalam arti formal, Aturan pelaksanaan. Norma fundamental merupakan norma yg tertinggi (Juniarto menyebut pokok kaedah fundamental, norma pertama atau Hamid Attamimi menyebut Norma fundamental negara.
Staats fundamentalnorm itu menurut Nawiasky adalah norma yang menjadi dasar pembentukan konstitusi/UUD suatu negara (staatsverfassung), termasuk norma pengubahnya. Hakikat hukum staats fundamentalnorm adalah syarat bagi berlakunya suatu konstitusi. Staats fundamentalnorm itu juga merupakan landasan filosofis suatu negara.
Terdapat perbedaan istilah yang dipakai Kelsen dan Nawiasky, Nawiasky tidak menggunakan istilah staatsgrundnorm melainkan staatsfundamentalnorm. Grundnorm mempunyai kecendrungan tetap/tidak berubah, staatsfundamental norm dapat saja berubah. Aturan pokok/dasar negara, masih umum, garis besar, masih merupakan norma tunggal. Norma itu dituangkan dalam suatu dokumen staatsverfassung atau dalam beberapa dukumen staatsgrundgezetz.
Norma ini merupakan norma hukum yang lebih konkret berlaku di tengah masyarakat. Normanya tidak hanya tunggal (primer, tetapi sudah dapat bersifat skunder, misalnya adanya sanksi.

C. Tata Urutan Norma di Indonesia,
Tata Urutan Norma di Indonesia pernah diatur dalam Ketetapan MPRS No. XX/MPRS/1966 tentang Sumber tertib Hukum RI dan Tata Urutan Perundang undangan kemudian diganti dengan Ketetapan MPR No. III/MPR /2000 dan terakhir diganti dengan UU No. 10 tahun 2004 tentang Tata Cara Pembentukan Peraturan Perundang-undangan RI.
Tata Susun Norma Hukum dalam Negara yang dikenal dengan peraturan perundang-undangan menurut Ketetapan MPRS No. XX/MPRS 1966
- UUD 1945
- Ketetapan MPR/S
- UU/Perpu
- Peraturan Pemerintah
- Peraturan Pelaksana lainnya
* Permen
* Inmen
* Dll
Menurut Ketetapan MPR No. III/MPR/2000, tata urutan Peraturan Perundang-undangan adalah:
- UUD 1945
- Ketetapan MPR (S)
- UU
- Perpu
- Perat. Pemerintah
- Keppres
- Perda
Menurut UU No. 10Tahun 2004
- UUD Neg R.I 1945
- UU/Perpu
- Peraturan Pemerintah
- Peraturan Presiden
- Perturan Daerah
• Peraturan Daerah Propinsi
• Perda Kabupaten/Kota
• Perturan Desa.

URAIAN:
Staat Fundamental Norm, di Indonesia disebut Dasar falsafah negara, yaitu Pancasila. Staat fundamental norm itu merupakan sumber dari segala sumber hukum dan sumber tertib hukum. Artinya UU yang akan dibentuk harus bersumber pada pancasila, tidak boleh bertentangan dengan pancasila.

Grund Norm, di Indonesia setingkat UUD.
UUD merupakan hukum dasar tertulis dari suatu negara.
UUD berbeda dengan Konstitusi, karena konstitusi selain merupakan hukum dasar tertulis, ia juga hukum dasar tidak tertulis. UUD hanya bagian dari konstitusi, tetapi dalam kehidupan sehari-hari UUD sering dibaca/disebut konstitusi.
Norm/formeel gezetz, setingkat dengan UU (UU dibuat oleh badan legislatif) di Indonesia dibuat oleh DPR bersama Presiden.
Verornung, peraturan di bawah UU atau perturan pelaksanaan undang-undang.
UU bedakan dalam dua pengertian:
1. UU dalam arti materil, hal ini disebut dengan peraturan perundang-undangan. Ia dapat berupa UU atau perturan lain selain uu.
2. UU dalam arti formil hanya UU saja (yang dibuat oleh DPR bersama Presiden).
UU No. 10 tahun 2004 tidak mengenal lagi Ketetapan MPR (S) sebagai bentuk perundang-undangan (karena amandemen UUD 1945) tidak menempatkan lagi MPR sebagai lembaga tertinggi negara yang berwenang membentuk Ketetapan MPR. Kedudukan MPR sekarang secara sturuktural sejajar dengan lembaga negara lain seperti Presiden, DPR, DPD, MK, MA. BPK.
UU No. 10 juga memperkenalkan istilah baru mengenai nama perturan perundang-undangan yakni merubah istilah Keputusan Presiden yang dikenal dalam Ketetapan MPRS No. XX/MPRS/1966 Jo Ketetapan MPR No. III/MPR/2000 dengan Peraturan Presiden.
Saat ini Peraturan Presiden digunakan untuk produk hukum yang sifatnya mengatur (regeling), sementara Keputusan Presiden untuk produk hukum Presiden yang sifatnya menetapkan/penetapan (beschikking). Kalau Regeling normanya atau aturannya bersifat umum, abstrak dan universal seperti Peraturan Presiden tentang Penanggulangan Bencana, kalau beschikking normanya atau aturannya bersifat konkret, individual dan final, misalnya pengangkatan Mr Takdir menjadi Hakim Agung.
Pokok Bahasan 6
Arah Pembangunan Di Indonesia
Pembangunan yang dilakukan oleh rezim Orde Baru awalnya menitik beratkan pada pembangunan bidang ekonomi dan mengabaikan pembangunan dalam bidang hukum, hal itu dapat dipahami dari Garis-garis Besar Haluan Negara yang dimuat dalam ketetapan MPR No. IV/MPR/1973 tentang GBHN.
Pembangunan dalam bidang hukum baru dimulai tahun 1978 dimuat dalam Ketetapam MPR No. IV/MPR/1978 tentang GBHN. Ketika itu pembangunan dalam bidang hukum masih disisipkan dalam pembangunan bidang politik. Pada poin C GBHN bidang politik dirumuskan:
“ Peningkatan dan penyempurnaan pembinaan hukum nasional, dengan antara lain mengadakan pembaharuan kodifikasi serta unifikasi hukum di bidang-bidang tertentu dengan jalan memperhatikan kesadaran hukum dalam masyarakat”.
Lima tahun kemudian pada Pelita ke III arah kebijakan pembangunan hukum kembali dituangkan dalam Ketetapan MPR No. II tahun 1983 butir C yang mengatakan
“meningkatkan dan menyempurnakan pembinaan hukum nasional, dengan antara lain mengadakan pembaharuan kodifikasi serta unifikasi hukum di bidang-bidang tertentu dengan jalan memperhatikan kesadaran hukum dalam masyarakat”.
Rumusan yang hampir sama juga dikemukakan dalam Ketetapan MPR No. II/MPR/1988, butir c sebagai berikut:
“dalam rangka pembangunan hukum perlu lebih ditingkatkan upaya pembaharuan hukum secara lebih terarah dan terpadu, antara lain kodifikasi serta unifikasi hukum di bidang-bidang tertentu serta menyususn perundang-undangan baru yang sangat dibutuhkan untuk dapat mendukung pembangunan di berbagai bidang sesuai dengan tuntutan pembangunan, sertat ingkat kesadaran masyarakat”.
Dengan mecermati ketiga Ketetapan MR tersebut dapat disimpulkan kertika itu dijalankan araka kebijakan politik hukum pada kodifikai dan unifikasi hukum. Keadaan mana sudah mengalami perkembangan dalam Ketetapan MPR tahun 1993, karena tahun 1993 sudah mulai memperhatikan aspek kelembagaan hukum dan sumber daya manusia di bidang hukum.
Setelah reformasi yang ditandai dengan kejatuhan rezim Soeharto arah kebijakan pembangunan hukum lebih responsif menampung aspirasi yang berkembang dalam masyarakat, perkembngan hukum dari unifikasi mulai bergeser kearah pluralisme hukum dengan munculnya pengakuan terhadap hukum lokal seperti di Aceh dan Papua. Dalam Ketetapan MPR No. IV /MP/1999 jo UU No. 25 tahun 2000 terganbar secara gamblang dan lebih rinci arah pembangunan hukum sebagai berikut:

1. Mengembangkan budaya hkm disemua lapisan masyarakat untuk terciptanya kesadaran hukum dalam kerangka supermasi hkm dan tegaknya neg hkm.
2. Menata sistem hk nas yg menyeluruh dan terpadu dgn mengakui & menghormati hkm agama, hkm adat serta memperbaharui uu warisan kol dan hkm nas yg diskriminatif termasuk ketidak adilan gender dan ketidak sesuaian dgn tuntutan reformasi melalui program legislasi.
3. Menegakkan hk secara konsistem utk lebih menjamin kepastian hh, keadilan dan kebenaran, supremasi hk &menghargai HAM.
4. Melanjurkan ratifikasi konvensi Internasional, terutama berkaiatan dengan HAM, sesuai dengan kebutuhan dan kepentingan bangsa dalam bentuk UU
5. Meningkatkan integritas moral dan keprofesionalan apartur penegak hukum termasuk kepolisian, untuk menumbuhkan kepercayaan masyarakat, dengan meningkatkan kesejahteraan, dukungan sarana dan prasaranan, pendidikan serta pengawasan yg efektif.
6. Mewujudkan lembaga pengadilan yang mandiri dan bebas dari pengaruh penguasa dan pihak manapun.
7. Mengemb perat Per UU yg mendukung kegiatan perek dlm menghadapi era perdagangan bebas tanpa merugikan kept nasional.
8. Menyelenggarakan proses peradilan secara cepat , mudah murah dan terbuka serta bebas KKN dgn tetap menjunjung tinggi asas keadilan dan kebenaran.
9. Meningkatkan pemahaman dan penyadaran, serta meningkatkan perlindungan , penghormatan dan penegakkan HAM.
10. Menyelesaikan proses peradilan terhadap pelanggaran hukum dan HAM yg belum ditangani secara tuntas.
Sementara itu Program-program Pemb Hukum meliputi:
1. Program pebentukan peraturan perundang-undangan.
Program ini mendukung upaya mewujudkan supremasi hukum terutama menyempurnakan perat per UU warisan kolonial.
2. Program pemberdayaan lembaga peradilan dan Lembaga penegak hukum lainnya.
Bertujuan untuk meningkatkan kembali kepercayaan masyarakat terhadap peran dan citra lembaga peradilan dan lembaga penegak hukum lainnya, seperti kejaksaan kepolisian , PPNS dalam upaya mewujudkan supremasi hukum yang didukung oleh hakim dan penegak hukum lainnya yang profesional, berintegritas dan bermoral tinggi.
3. Program penuntasan kasus KKN dan pelanggaran HAM.
Tujuannya untuk memulihkan kembali kepercayaan masyarakat terhadap penegakan hukum dan HAM
4. Program peningkatan kesadaran hukum dan mengembangkan budaya hukum.
Tujuannya untuk meningkatkan kembali kesadaran dan kepatuhan hukum bagi masyarakat maupun aparat penyelenggara negara secara keseluruhan serta meningkatkan budaya hukum yang baik.
Dalam RPJM Peraturan Presiden R.I No. 7 tahun 2005. Arah pembangunan hukum ditempatkan pada Agenda “ Menciptakan Indonesia yg adil dan demokratis”. BAB 9 tentang “Pembenahan sistem Hukum dan Politik Hukum”.
Permasalahan:
1. Substansi Hukum
2. Struktur Hukum dan
3. Budaya Hukum
Sasaran 2004-2009 adalah terciptanya sistem hukum nasional yang adil, konsekuen, tidak diskriminatif, konsistensi peraturan peru-u tingkat pusat dan daerahtidan bertentangan dengan perat yg lebih tinggi.
Kelembagaan peradilan dan penegakan hukum yang berwibawa, bersih serta profesional.
Arah Pemb Politik Hukum:
1. Penataan subsistem hukum, dgn penataan kembali peraturan per u-u, untuk tertib per uu dengan memciptakan asas-asas umum dan hierarkhi per u-u.
2. Struktur hukum hal ini berkaiatan dengan kelembagaan, profesionalisme hakim , sstaf peradilan dst.
3. Budaya hukum, pendidikan, sosialisasi, keteladanan.

Politik Hukum Pasca Amandemen UUU 1945.
Sejak kemerdekaan sampai amandemen UUU 1945 telah terjadi perubahan besar dalam sistem ketatanegaraan terutama menguatnya lembaga kontrol ”checks and belances”, dan pengaturan lebih rinci tentang perlindungan hukum. Perubahan mana telah diakomodir dengan cara mengamandemen UUD. Sekalipun UUD diamandemen namun perubahan tersebut tetap dijaga dalam koridor negara hukum bedasarkan Pancasila. Terdapat empat kaedah penuntun hukum yang harus dipedomani dalam politik atau pembangunan hukum.
Pertama, hukum nasional harus dapat menjaga integrasi keutuhan (kesatuan) baik ideologi maupun wilayah teritori sesuai dengan tujuan melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia. Harus dicegah munculnya produk hukum yang potensial memecah belah keutuhan bangsa dan negara.
Kedua, hukum nasional harus di bangun secara demokratis dalam arti harus mengandung partisipasi dan menyerap aspirasi masyarakat luas melalui prosedur-prosedur dan mekanisme yang fair, transparan dan akuntabel. Harus di cegah produk hukum yang disusun secara licik, kucing-kucingan dan transaksi di tempat gelap.
Ketiga, hukum nasional harus mampu menciptakan kedilan sosial dalam arti harus mampu memberi proteksi khusus terhdap golongan yang lemah berhadapan dengan golongan yang kuat baik dari luar maupun dari dalam negeri sendiri.
Keempat, hukum harus mampu memjamin toleransi beragama yang berdap antar pemeluknya. Tidak boleh ada perlakuan istimewa kepada penganut agama tertentu. Peranan negara adalah mengatur supaya teraga keamanan dan ketertiban di tengah masyarakat dn menfasilitasi setiap orang dapat melaksanakan agama dengan bebas tanpa ada ganguan dari orang lain dan tidak mengganggu ajaran agama lain.
Selama 4 kali terjadi amandemen terhadap UUD sejak 1999-2004 terlihat arak kebijakan politik hukum dibawah UUD hasil tersebut sebagai berikut:
1. Konsepsi negara hukum.
Sebelum amandemen konsepsi negara hukum terkesan menganut type kontinental (rechtsstaat) seperti dirumuskan dalam penjelasan UUD 1945 ketika itu, namun sekarang dinetralkan menjadi negara hukum saja tanpa ada embel-embel lain. Demikian juga politik hukum kita tentang negara hukum menganut unsur rechtsstaat dan the rule of law. Politik hukum negara hukum saat ini secara tegas ditempatkan dalam pasal batang tubuh UUD yakni pasal 1 ayat (3) jadi sudah merupakan norma konstitusi. Dahulu hanya disebut dalam penjelasan umum angka I tentang sistem Pemerintahan Negara, dengan demikian rumusan negara hukum ketika itu bukan merupakan norma hukum. Hal itu berarti

MATERI DISKUSI
3. Pembangunan Substansi Hukum/Perundang-undangan
Materi/isinya
• Apa isi materi hukum mengandung nilai-nilai pancasila, yang menjunjung tinggi nilai-nilai (1) kemanusiaan, tidak boleh merendahkan martabat manusia, (2) nilai persatuan, untuk keutuhan negara misalnya UU Pemerintah Daerah adanya otonomi khusus di aceh, tujuan memberikan otonomi, tidak ada daerah didunia yang berontak karena diberi otonomi, tetapi banyak daerah yang berontak karena tidak diberi otonomi. (3) Nilai demokrasi, misalnya uu pemilihan termasuk pemilihan kepala daerah secara langsung, dulu lewat perwakilan hanya dilakukan oleh elit plitik, sekarang rakyat, meskipun ada yang golput, tetapi itu termasuk hak untuk tidak memilih, yang tidak boleh mempengaruhi orang untuk tidak memilih. (4) Keadilan sosial, misalnya dalam pembagian hasil alam antara pusat dan daerah (perimbangan keuangan pusat dan daerah dan (5) nilai ketuhanan misalnya UU ponografi yang heboh sekarang.
• Materi hukum yang harus mengandung /mengakomodir nilai-nilai dalam sub sistem hukum islam, misalnya UU Perbankan adany bank syariah, ekonomi islam, hukum perkawinan, UU zakat dst.
• Mengakomodir nilai hukum adat, misalnya UU angaria, petambangan, kehutanan, seperti bagi hasil yang dikenal dalam hukum adat dalam hukum nasional menjadi production sherring.
• Mengakomodir nilai hukum internasional, misalnya perburuhan, perlindungan anak, korupsi. Penggajian yang sama laki-laki dan perempuan dalam hukum nasional diakomodir dalam hukum perburuhan.
Pembangunan Aparatur.
1. Hakim (aparatur penegak hukum), peningkatan SDM, masyarakat sudah banyak S2, hakim masih S1, pendidikan harus ditingkatkan.
2. Peningkatan training pelatihan berbagai bidang hukum dengan kemajuan teknologi sekarang, misalnya menggunakan media teleconfren dll.
3. Pola rekruitmen, dulu lewat PNS sering KKN, kualitas kurang, sekarang misalnya dengan fit anf profer test
4. Pembenahan mintalitas aparatur, adanya KPK, dulu kejaksaan orang kurang percaya, sekarang muncul KPK yang lebih bergengsi ditakuti.
5. Peningkatan kesejah teraan aparatur, (gaji, fasilitas), sekarang gaji hakim baru diangkat sudah 6 juta, tunjangan hakim tingkat Pertama sudah besar 7 juta, hakim tinggi 12 juga, hakim agung 22 juga, jadi seorang hakim agung sudah berpenghasilan sekitar 40-55 juta, ia akan lebih konsentrasi.
6. Kontrol/pengawasan internal dan eksternal, dulu dari Komisi Yudisial (KY)
Peningkatan kesadaran hukum masyarakat
• Langkah sosialisasi agar mengerti, memahami dan menyadari hukum yang berlaku yang akan diimplementasikan dalam kehidpannya.
• Penegakan hukum (law enforcement), pelangaran harus ditindak tegas tidak diskriminasi/pilih kasih.
• Teladan dari aparatur hukum, misalnya fakta integritas tidak akan memberi dan menerima dalam menangani perkara.
• Pengawasan yang ketat, baik dari pers, masyarakat maupun badn yang bertugas untuk itu.
• Penghargaan kepada masyarakat
Ketiga hal itu saling mengisi dan mempengaruhi, UU baik, aparatur jelek hasilnya akan jelek, UU jelek, aparatur korup, kesadaran rendah akan jelek hasilnya, aparatur baik masayarakat suka menyogok hasilnya juga jelek.

ARAH POLITIK HUKUM PASCA PERUBAHAN UUD 1945
Amandemen UUD 1945
Setelah melalui perjuangan panjang yang melelahkan dengan pertempuran antara pandangan akademis-ilmiah dan realitas politik pada akhirnya, sejak tahun 1999 kita dapat melakukan perubahan (istilah populernya amandemen) atas UUD 1945. Kemajuan besar dalam sistem ketatanegaraan telah dapat dilihat dari hasil perubahan tersebut, terutama menguatnya format dan mekanisme checks and balances oleh lembaga yudisial dan pengaturan secara lebih rinci tentang perlindungan HAM. Bahwa pada saat ini ada kontroversi tentang UUD hasil amandemen itu biasa saja, bahkan dapat dilihat sebagai kemajuan baru dalam perpolitikan kita karena berarti kita sudah lebih demokratis. Pada saat ini kalau mau menilai bahkan mempersoalkan UUD yang sedang berlaku dapat dengan mudah disuarakan sehingga kita dapat melihat pada saat ini ada tiga arus penilaian dan sikap atas UUD hasil amandemen, yakni :
1. kelompok yang menilai perlu perubahan lanjutan agar UUD menjadi lebih bagus.
2. kelompok yang menilai bahwa UUD hasil amandemensudah kebablasan, tidak sah dan karenanya harus dikembalikan ke UUD 1945 yang asli
3. kelompok yang menilai bahwa hasil amandemen sekarang sudah maksimal mengakomodasi semua kepentingan sehingga paling tidak untuk sementara tak perlu diamandemen lagiagar tidak terjadi kegoncangan politik baru.
Kaidah penuntun dan politik hukum
Dalam pengertian sederhana hukum ditempatkan sebagai alat untuk mencapai tujuan negara sehingga pembuatan hukum baru atau pencabutan hukum lama oleh negara harus dihitung sebagai langkah untuk mencapai tujuan negara. Meski dalam pengertian tersebut hukum dikatakan sebagai alat tetapi didalamnya terletak hakikat supremasi hukum (atau disebut juga hukum yang tertinggi). Akan tetapi bangsa dan negara Indonesia telah menetapkan secara final Pancasila sebagai dasar negara sehingga semua hukum haruslah sesuai dengan nilai-nilai Pancasila.
Dalam kaitan dengan politik hukum maka sistem hukum Pancasila memasang rambu-rambu dan melahirkan kaidah penuntun dalam politik hukum nasional. Rambu-rambu tersebut diperkuat dengan adanya empat kaidah penuntun hukum yang harus dipedomi sebagai kaidah dalam politik atau pembangunan hukum yakni :
1. Hukum nasional harus dapat menjaga integrasi (keutuhan kesatuan) baik ideologi maupun wilayah teritori sesuai dengan tujuan “melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia”, harus dicegah munculnya produk hukum yang berpotensi memecah belah keutuhan bangsa dan negara Indonesia.
2. Hukum nasional harus dibangun secara demokratis dan nomokratis dalam arti harus mengundang partisipasi dan menyerap aspirasi masyarakat luas melalui prosedur dan mekanisme yang fair, transparan dan akuntabel, harus dicegah munculnya produk hukum yang diproses secara licik, kucing-kucingan dan transaksi ditempat gelap.
3. Hukum nasional harus mampu menciptakan keadilan sosial dalam arti harus mampu memberi proteksi khusus terhadap golongan yang lemah dalam berhadapan dengan golongan yang kuat baik dari luar maupun dari dalam negeri sendiri.Tanpa proteksi khusus dari hukum golongan yang lemah pasti akan selalu kala jika dilepaskan bersaing atau bertarung secara bebas dengan golongan yang kuat.
4. Hukum harus mnjamin tolerani beragama yang berkeadaban antar pemeluk-pemeluknya. Tidak boleh ada pengistimewaan perlakuan terhadap agama hanya karena didasarkan pada besar dan kecilnya jumlah pemeluk. Negara boleh mengatur kehidupan beragama sebatas pada menjaga ketertiban agar tidak terjadi konflik serta memfasilitasi agar setiap orang dapat melaksanakan ajaran agamanyadengan bebas tanpa mengganggu atau diganggu oleh orang lain. Hukum agama tidak perlu diberlakukan oleh negara sebab pelaksanaan ajaran agama diserahkan kepada masing-masing pemelknya, tetapi negara dapat mefasilitasi dan mengatur pelaksanaannya bagi pemeluk masin-masing yang mau melaksanakan dengan kesadaran sendiri guna menjamin kebebasan dan menjaga ketertiban dalam pelakanaan tersebut.
Politik hukum di dalam UUD
UUD yang berlaku secara sah dan resmi adalah UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 hasil empat kali amandemenyang dilakukan oleh MPR terlepas dari kontroversi yang kemudian menyusulnya.
Beberapa politik hukum yang terkandung di dalam UUD 1945 hasil amandemen diantaranya :
1. Konsepsi negara hukum
2. MPR bukan lembaga tertinggi negara
3. Otonomi Daerah
4. Tap MPR bukan hukum
5. Pemilihan Presiden langsung
6. Hak sosial ekonomi
7. Kekuasaan kehakiman
8. Politik hukum perundang-undangan
Konstitusi dalam arti luas mencakup yang tertulis dan tidak tertulis, sedangkan konstitusi tertulis mencakup yang tertulis dalam dokumen khusus yakni UUD dan tertulis dalam dokumen tersebar yakni semua peraturan dibawah UUD dalam bidang organisasi negara. Keseluruhan gabungan antara dokumen khusus (UUD) dan dokumen tersebar (Peraturan-peraturan dibawah UUD) disebut peraturan perundang-undangan. Peraturan perundang-undangan tersusun secara hirarkhi dan mempunyai proporsi materi muatan tertentu yang bersifat ketat menentukan derajat masing-masing peraturan perundang-undangan dan isi dari setiap peraturan perundang-undangan yang secara hirarkhi ada dibawahnya tidak boleh bertentangan dengan peraturan yang secara hirarkhi ada diatasnya. Apabila ada yang bertentangan maka peraturan perundang-undangan tersebut dapat digugat atau dimintakan pengujian kepada lembaga yudisial melalui judicial review.
Idealnya pengujian materi oleh lembaga yudikatif (judicial review) untuk semua tingkatan hirarkhi dilakukan oleh satu lembaga saja agar lebih terjamin konsistensi pemikiran dan isi dari semua peraturan perundang-undangan tersebut. Idealnya MA menangani konflik orang / lembaga pada semua tingkatan sedangkan MK menangani konflik peraturan dalam semua tingkatan. Dengan kata lain MK menangani konflik pengaturan abstraknya sedangkan MA menangani kasus konkritnya. Namun UUD 1945 hasil amandemen menyebar kompetensi tersebut secara silang sehingga MK dan MA sama-sama manangani dan mempunyai kompetensi atas konflik peraturan dan konflik orang/ lembaga meski dalam batas-batas yang sudah jelas. UUD 1945 memuat kompetensi silang antara MA dan MK itu dimuat dalam Pasa 7B dan Pasal 24 yaitu :
A. Wewenang Mahkamah Konstitusi
1. Menguji UU terhadap UUD (konflik peraturan, Pasal 24C ayat(1)).
2. Memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD (konflik lembaga, Pasal 24C ayat(1)).
3. Memutus pembubaran partai poltik (konflik orang/lembaga, Pasal 24C ayat(1)).
4. Memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum (konflik orang/lembaga, Pasal 24C ayat(1)).
5. Memutus pendapat DPR mengenai dugaan pelanggaran oleh presiden dan/atau wakil presiden menurut UUD (konflik lembaga/orang, Pasal 24C ayat(2) dan Pasal 7B ayat(1)).
6. Memutus pendapat DPR bahwa presiden dan/atau wakil presiden tidak lagi memenuhi syarat sebagai presiden dan/atau wakil presiden (konflik lembaga/orang, Pasal 7B ayat(1)).
B. Wewenang Mahkamah Agung
1. Menguji peraturan perundang-undangan dibawah UU terhadap peraturan perundang-undangan yang diatasnya (konflik peraturan, Pasal 24A ayat(1)).
2. Memutus perkara-perkara konvensional pada tingkat kasasi yang dibagi atas empat lingkungan peradilan yakni peradilan umum, peradilan agama, peradilan militer dan peradilan tata usaha negara (konflik antar orang/lembaga, Pasal 24 ayat(2)).
Program Legislasi Nasional
Politik hukum pasca amandemen UUD 1945 juga mengenal Program Legislasi Nasional (Prolegnas) dan Program Legislasi Daerah (Prolegda) sebagaimana diatur dalam UU No.10 tahun 2004. Prolegnas merupakan arah pembentukan perundang-undangan negara dalam priode tertentu (satu tahunan atau lima tahunan). Prolegnas tersebut dibuat berdasarkan kesepakatan antara DPR dan Pemerintah. Dengan demikian prolegnas merupakan potret dari isi atau substansi hukum nasional unruk mencapai tujuan negara hukum.
Setiap undang-undang yang dibuat haruslah masuk dalam prolegnas, jika ada undang-undang dibuat tanpa melalui prolegnas berarti terjadi pelanggaran prosedur yang dapat dimintakan pengujian formal ke Mahkamah Konstitusi. Disamping pengujian materil dapat dilakukan pengujian formal. Jika pengujian formal, maka seluruh undang-undang dapat dibatalkan. Sedangkan jika pengujian materil hanya bagian tertentu saja dari undang-undang yang dibatalkan.
Bagaimana jika ada kebutuhan untuk membuat undang-undang yang tidak tercantum dalam Prolegnas. Hal itu dapat dilakukan dengan menyisip RUU tersebut dalam prolegnas berdasarkan kesepakatan DPR dengan Pemerintah.
Continue Reading