Pokok Bahasan 1.
Pendahuluan
a. Latar belakang
Studi hukum berusia sudah sangat lama mulai dari yunani kuno sampai zaman
modern sekarang ini. Dalam kurun waktu itu studi hukum telah mengalami pasang
naik dan surut, perkembangan dan pergeseran mengenai metodologi pendekatannya.
Pasang surut perkembangan hukum tersebut tidak lepas dari perubahan struktur
sosial akibat modernisasi industrialisasi, ekonomi, politik, perkembangan
perangkat lunak.
Satjopto Raharjo menguraikan perkembangan hukum, dimana abad ke 19 di Eropa dan
Amerika Serikat individu merupakan pusat pengaturan hukum, sedangkan badan
hukum /lembaga hukum yang berkembang adalah badan hukum perdata. Keahlian hukum
dikaitkan dengan keterampilan teknis atau keahlian tukang (siap kerja). Ketika
itu studi hukum dapat dikaji dari hukum sendiri, hukum tidak memerlukan bantuan
dan kerjasama dengan disiplin lain.
Dengan kemajuan teknologi dan modernisasi dalam segala aspek kehidupan,
kedudukan individu mulai mendapat saingan oleh tampilnya subjek hukum lain
selain perdata seperti comunity, kolektive dan negara. Dengan demikian
bidang-bidang yang makin menonjol adalah bidang hukum publik, hukum
administrasi dan hukum social ekonomi.
Dalam perkembangan dewasa ini, hukum dapat dilihat dari dimensi yang sangat
kompleks. Mempelajari hukum saat ini tidak bisa lepas dari kajian disiplin ilmu
lainnya. Artinya hukum tidak bisa dipelajari dari sudut pandang hukum
semata-mata. Ahli hukum tidak bisa menutup dirinya seperti paham /ajaran hukum
murni dari Hans Kelsen yang mengatakan hukum harus murni dari pengaruh
faktor-faktor non yuridis, seperti faktor sosial, moral, politik, agama dan
lain-lain.
Persoalan hukum sangat kompleks, karena itu pendekatannya bisa dari multy
disiplin ilmu baik sosiologi, filsafat, sejarah, agama, psikologi, antropologi,
politik dan lain-lain. Ketika kita berbicara Hukum Agraria (hukum pertanahan)
ini tidak bisa dilepaskan dari aspek sejarah, filsafat. Ketika kita berbicara
hukum tentang Pemilihan Umum, pendekatan politik sangat kental. Dalam
perkembangan hukum Pemerintahan di Daerah pendekatan politik sangat
mempengaruhi demikian juga ketika kita berbicara hukum Perbankan dan
sebagainya.
Pendekatan hukum melalui multy disiplin tersebut telah melahirkan berbagai
disiplin hukum di samping Philosophy of law dan science of law, juga seperti
teori hukum ( legal theory/theory of law), sejarah hukum (history of law),
sosiologie of law, Anthropology of law, Comparative of law , phychology of law
dan sekarang Politic of law.
Hukum merupakan entitas yang sangat kompleks, meliputi kenyataan kemasyarakatan
yang majemuk, mempunyai banyak aspek, dimensi dan fase. Hukum terbentuk dalam
proses interaksi berbagai aspek kemasyarakatan (politik, ekonomi, sosial,
budaya, teknologi, keagamaan dan sebagainya).
Jika hukum hanya dipelajari sebagai pasal-pasal dan dilepas dari kajian norma
dan segi yang mempengaruhinya dapat menyebabkan kita frustasi dan kecewa
berkepanjangan. Ketika kekuasaan mempengaruhi keputusan hukum (hakim), ketika
DPR (parlemen) mengotak-atik pasal-pasal RUU menurut kepentingan partai mereka
(bukan untuk rakyat) ketika itu hukum sudah menghambakan dirinya untuk politik.
Von Kirchman mengatakan bergudang-gudang buku Undang-undang yang ada di dalam
perpustakaan bisa dibuang sebagai sampah yang tak bernilai ketika ada keputusan
politik di parlemen yang mengubah isi undang-undang tersebut. Ungkapan itu
tidak berlebihan melihat realitas yang terjadi di Indonesia saat ini. Ketika
sistem pemilihan lewat perwakilan (MPR, DPR, DPRD undang-undangnya diobok-obok
dengan sistem pemilihan langsung), banyak buku-buku tentang sistem pemilihan
melalui perwakilan di Indonesia yang tidak berguna.
Salah satu pendekatan hukum yang marak dibicarakan dalam berbagai discursus
adalah pendekatan hukum dari politik. Hal ini akhirnya melahirkan kajian baru
di Fakultas Hukum yang dikenal dengan Politik Hukum. Awalnya kajian politik
hukum hanya diajarkan di Program Magister ( S-2), tetapi sekarang hampir
seluruh tingkatan S-1 program studi ilmu hukum sudah diajarkan matakuliah
Politik Hukum.
Persoalan yang belum dapat jawaban yang pasti adalah kapan siapa dan kapan
Politik Hukum yang mempopulerkan politik hukum. Namun Bellefroid tahun 1953
menggunakan istilah de rechtspolitiek yang kemudian dikenal dengan Politik
Hukum sebagai suatu istilah mandiri, yakni ketika menjelaskan cabang-cabang
ilmu apa saja yang termasuk dalam ilmu pengetahuan hukum.
Hukum pada awalnya dipahami identik dengan Peraturan Perundang-undangan
persepsi itu keliru. Peraturan Perundang-undangan lebih luas dari
undang-undang, UU hanya Produk DPR (legislatif bersama Presiden) sementara
Peraturan Perundang-undangan adalah semua produk Badan pembuat UU dan produk
badan atau pejabat Tata Usaha Negara yang mengikat dan berlaku umum.
Peraturan Perundang-undangan tersusun secara bertingkat/berjenjang, tidak boleh
dibalik urutannya sebagaimana diatur dalam UU No. 10 tahun 2004 tentang
Peraturan Perundang-undangan, yaitu:
1. UUD Negara Republik Indonesia tahun 1945
2. Undang-undang /Peraturan Pemerintah Pengganti UU.
3. Peraturan Pemerintah
4. Peraturan Presiden
5. Peraturan Daerah, terdiri dari :
• Perda Propinsi
• Perda Kabupaten/ Kota
• Peraturan Desa/Nagari
Sebelumnya Urutan Peraturan Perundang-undangan diatur Dalam Ketetapan MRPS No.
XX/MPRS/1966 dan kemudian Diganti dengan Ketetapan MPR No.III/MPR/2000.
Urutannya sebagai berikut:
1. UUD 1945
2. Ketetapan MPR
3. UU
4. Peraturan Pemerintah Pengganti UU (Perpu)
5. Peraturan Pemerintah
6. Keputusan Presiden
7. Peraturan Daerah
Terdapat perbedaan, antara ketetapan MPR No. III/MPR/2000 dengan UU No. 10
tahun 2004. UU No. 10 tidak mengenal lagi ketetapan MPR karena MPR setelah
amandemen UUD tidak berwenang lagi mengeluarkan Ketetapan MPR, kewenangan MPR
hanya (1) Mengubah dan menetapakan UUD dan (2) Melantik Presiden dan wakil
Presiden. UU dan Perpu dibedakan tingkatannya, istilah Keputusan Presiden
diganti dengan Peraturan Presiden.
(Peraturan Menteri, badan negara lain sekalipun tidak masuk kedalam hierarkhi
Peraturan Perundang-undangan, menurut UU No. 10 tahun 2004 ia tetap merupakan
peraturan perundang-undangan).
b. Peristilahan Politik Hukum.
Istilah Politik hukum tediri dari 2 kata yaitu “ Politik” dan “Hukum”. Antara
kata politik dan hukum oleh kebanyakan ahli hukum memandangnya sebagai dua kata
yang paradok. Hukum adalah suatu hal yang sudah pasti dan jelas, sementara
politik suatu hal yang selalu mengandung ketidak pastian selalu berubah-ubah
menurut pelaku politik.
Istilah politik hukum terjemahan dari bahasa Belanda yaitu rechtspolitiek, terbentuk
dari dua kata yaitu rechts dan politiek. Istilah itu pernah digunakan oleh
Bellefroid “
”Politiek” dalam bahasa Belanda mengandung arti beleid dalam bahasa Indonesia
diterjemahkan dengan ”kebijakan”. Kebijakan berarti adalah rangkaian konsep dan
asas yang menjadi garis besar dan dasar rencana dalam pelaksanaan suatu
pekerjaan , kepemimpinan dan cara bertindak. Misalnya kebijakan penanganan
korupsi, kebijakan peradilan satu atap, kebijakan perekonomian Kabinet
Indonesia Bersatu dan lain-lain.
Politik Hukum dalam bahasa Inggris disebut Legal Policy, istilah yang terdiri
dari dua variable “Politik” dan “Hukum”. Dalam konteks ini Politik Hukum
dipahami sebagai bagaimana politik mempengaruhi hukum atau sebaliknya hukum
mempengaruhi politik yang kemudian mengkristal di dalam politik hukum yang
digariskan oleh suatu negara.
Dalam hubungan konsep keilmuan ketika mempelajari Ilmu Negara, hukum
diibaratkan rangka dalam tubuh manusia, sedangkan politik diibaratkan daging
atau istilah yang digunakan Muchtar Koesoemaatmadja maupun Sri Soemantri hukum
ibarat Rel, sementara politik merupakan lokomotifnya. Pertanyaan apakah rangka
yang mengikuti daging atau daging yang mengikuti rangka, ataukah lokomotif yang
mengikuti rel atau rel yang mengikuti lokomotif. Mana yang aman dari pertanyaan
di atas.
c. Pengertian/Definisi Politik Hukum
Ketika kita berbicara pengertian/definisi kita ingat ungkapan Immanuel Kant,
sulit mendapatkan satu kesatuan pengertian/definisi tentang hukum. Hal yang
sama juga untuk mendapatkan pengertian Politik Hukum. Para ahli mengemukakan
definisi menurut latar belakang, cara pandang masing-masing tentang Politik
Hukum. Terdapat perbedaan, namun ada persamaan. Selain itu pengertian politik
hukum dapat dilihat dari segi tata bahasa.
I.
Dari segi Tata Bahasa (asal usul kata)
Dalam kamus bahasa Belanda yang ditulis Van der Tas, kata politiek mengandung
arti beleid. Kata beleid sendiri dalam bahasa Indonesia berarti kebijakan
(policy). Dari penjelasan itu dapat diartikan politik hukum secara singkat
berarti kebijakan hukum. Kebijakan sendiri dalam kamus besar bahasa Indonesia
berarti serangkaian konsep dan asas yang menjadi garis besar dan dasar rencana
dalam pelaksanaan suatu pekerjaan, kepemimpinan dan cara bertindak. Dengan kata
lain Politik Hukum adalah Rangkaian konsep dan asas yang menjadi garis besar
dan dasar rencana dalam pelaksanaan suatu pekerjaan, kepemimpinan, dan cara
bertindak dalam bidang Hukum.
Kata kebijakan (wisdom, wijsheid) dan kebijaksanaan ( policy, beleid) menurut
Girindro Pringgodigdo dua hal yang berbeda. Kebijaksanaan adalah serangkaian
tindakan atau kegiatan yang direncanakan dibidang hukum untuk mencapai tujuan
atau sasaran yang dikehendaki. Orientasinya pada pembentukan dan penegakan
hukum masa kini, masa depan. Adapun kebijakan adalah tindakan atau kegiatan
seketika (instand desicion) melihat urgensi/situasi yang dihadapi berupa
pengambilan keputusan di bidang hukum yang bersifat pengaturan dan keputusan
tertulis/lisan yang berdasarkan kewenangan diskresi (kewenangan bebas bertindak
jika hukumnya tidak jelas/belum ada).
Sekalipun kedua istilah itu secara konseptual berbeda, namun dalam praktek
sehari-hari sering penggunaanya dalam pengertian yang sama yakni rangkaian
konsep dan asas yang menjadi garis besar dan dasar rencana dalam pelaksanaan
suatu pekerjaan, kepemimpinan dan cara bertindak.
II. Menurut Para ahli, diantara pandangannya adalah:
• Padmo Wahyono dalam tulisannya “Menyelisik proses terbentuknya
Perundang-undangan, Forum Keadilan mengatakan Politik Hukum adalah Kebijakan
penyelenggaraan negara, tentang apa yang dijadikan kriteria untuk menghukumkan
sesuatu. Kebijakan itu dapat berkaitan dengan membentuk hukum, penerapan hukum
dan penegakkan hukum
• Teuku M Radhie, “Pembaharuan dan Politik Hukum dalam Rangka Pembangunan
Hukum”. Politik hukum sebagai suatu pernyataan kehendak penguasa negara
mengenai hukum yang berlaku diwilayahnya, dan mengenai arah perkembangan hukum
yang dibangun.
• Sodarto, Politik Hukum adalah kebijakan dari negara melalui badan-badan
negara yang berwenang untuk menetapkan peraturan-peraturan yang dikehendaki,
yang diperkirakan akan digunakan untuk mengekpresikan yang terkandung dalam
masyarakat dan dalam mencapai apa yang dicita-citakan. (hukum dan Hukum
Pidana).
• Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, Politik hukum sebagai aktivitas memilih dan
cara yang hendak dipakai untuk mencapai suatu tujuan sosial dan hukum tertentu
dalam masyarakat.
• Abdul Hakin G Nusantara “Politik Hukum Nasional”. Politik hukum adalah
kebijakan hukum ( legal policy) yang hendak diterapkan atau dilaksanakan secara
nasional oleh suatu pemerintahan negara tertentu.
Dari definisi yang dikemukakan di atas, sebetulnya dapat ditarik unsur-unsur
dari Politik Hukum yakni:
a. Kehendak penguasa negara mengenai hukum
b. Kehendak tersebut telah dituangkan/digariskan dalam dokumen kenegaraan
c. Hal itu dijadikan pedoman/arah untuk dijalankan secara nasional
d. Ini menyangkut pembentukan dan penegakan hukum.
Kesimpulan, Politik Hukum adalah kebijakan dasar penyelenggaraan negara dalam bidang
hukum yang akan, sedang dan telah berlaku, bersumber dari nilai-nilai yang
berlaku dalam masyarakat untuk mencapai tujuan negara yang dicita-citakan.
Pokok Bahsan II
Politik Hukum Suatu Kajian Hukum Tata Negara
a. Hukum yang berhubungan dengan Kekuasaan
Dilihat dari sistematika perkembangan hukum dibedakan atas hukum Privat dan
hukum Publik. Hukum mengatur hubungan hukum yang berkenaan dengan kepentingan
perorangan. Sedangkan hukum publik mengatur hubungan hukum yang berkenaan
dengan kepentingan publik (orang banyak). Di antara hukum publik adalah hukum
Tata Negara yakni yang mempelajari ketatanegaraan suatu negara (konstitusinya)
makanya disebut dengan hukum konstitusi.
Kenapa Politik Hukum merupakan Kajian Hukum Tata Negara ?
1. Dilihat dari Pengertian Politik Hukum.
Politik Hukum sebagai kebijakan dasar penyelenggaraan negara dalam bidang hukum
yang akan, sedang dan telah berlaku, yang bersumber dari nilai-nilai yang
berlaku dalam masyarakat untuk mencapai tujuan negara yang dicita-citakan.
Dalam definisi itu terdapat kata “penyelenggara negara” dan “tujuan negara”
yang menjadi aspek kajian Hukum Tata Negara.
Penyelenggara negara disebut dengan pemerintah (government) bisa diartikan
dalam arti luas mencakup semua kekuasaan dan fungsi kenegaraan (eksekutif,
legislatif dan yudikatif). Fungsi mana diperankan oleh kembaga-lembaga negara
dan lembaga-lembaga pemerintah.
Tujuan Negara sebagaimana dirumuskan dalam pembukaan UUD Negara Republik
Indonesia tahun 1945 yaitu melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh
tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan
bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia. Tujuan itu tidak mungkin dicapai
dengan mudah, tetapi perlu strategi/kebijakan. Perlu upaya yang sekarang
dikenal dengan Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) dan Rencana
pembangunan jangka menengah (RPJM) maupun rencana tahunan.
2. Pandangan ahli
Kedudukan Hukum Tata Negara dalam kerangka hukum, pandangan van Vollenhoven,
Openheim bahwa Hukum Tata Negara adalah rangkaian peraturan yang menetapkan
badan-badan (organ) suatu negara dengan memberi wewenang kepada organ itu serta
membagi pekerjaan kepada alat negara baik yang tinggi maupun yang rendah (di
pusat maupun di daerah). Dari definisi HTN dapat dipahami bidang kajian politik
hukum merupakan bidang kajian hukum tata negara yakni hukum yang berhubungan
dengan kekuasaan kenegaraan, seperti UU No. 10 tahun 2008 tentang Pemilihan
Umum, UU Pemilihan Presiden (sedang dalam bahasan DPR), UU No. 32 tahun 2004
tentang Pemerintahan Daerah jo 12 tahun 2008, UU No. 4 tahun 2004 tentang
Kekuasaan Kehakiman, UU No. 14 tahun 1985 jo No. 5 tahun 2005 tentang Mahkamah
Agung dan lain-lain.
Dalam studi hukum di Belanda Hukum Tata Negara bukan sekedar menjadi muara
berlakunya hukum materi dan hukum formal, tetapi juga organisasi peradilan
dengan mana hukum materil hendak dipertahankan. Jadi Hukum Tata Negara di
dalamnya tercakup hukum acara (formil), hukum materil dan hukum yang mengatur
organ kenegaraan. Ketika kita berbicara organ kenegaraan, hal itu tidak lepas
dari kajian politik hukum. Misalnya sistem apa yang digunakan untuk menentukan
calon anggota DPR yang terpilih (suara terbanyak atau nomor urut), berapa
persen perolehan suara parpol baru bisa mengusung pasangan calon presiden, berapa
jumlah anggota DPR/DPD/MPR/BPK,MA,MK, kewenangan masing-masingnya, semuanya itu
tidak lepas dari pergulatan politik di DPR yang menentukannya.
b. Politik Hukum Nasional
Politik hukum nasional yang dimaksud adalah kebijakan dasar penyelenggaraan
negara dalam bidang hukum yakni hukum yang akan, sedang dan telah dijalankan,
yang bersumber dari nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat untuk mencapai
tujuan negara yang dicita-citakan. Setiap negara memiliki politik hukum
nasional masing-masing, karena itu politik hukum nasional dibentuk dalam rangka
untuk mewujudkan cita-cita ideal negara.
Bagi Indonesia tujuan politik hukum adalah:
(1) Sebagai alat (tool) atau sarana yang dapat digunakan oleh pemerintah untuk
menciptakan suatu sistem hukum nasional Indonesia.
(2) Sebagai sarana untuk merekayasa perkembangan, perubahan yang terjadi dalam
kehidupan kenegaraan.
(3) Arah yang ingin diwujudkan dalam pembangunan di bidang hukum.
Hukum Nasional Indonesia bersumber pada Pancasila dan UUD Negara RI tahun 1945 menurut
Sunaryati Hartono (guru besar Unpad, mantan kepala BPHN) dapat berisi hukum
nasional yang telah ditetapkan, hukum barat, hukum adat dan hukum Islam. Arief
Sidarta (guru besar filsafat Unpad) berpendapat tatanan hukum nasional harus
mengandung ciri-ciri:
a. berwawasan kebangsaan dan berwawasan nusantara
b. mampu mengakomodir kesadaran hukum kelompok etnis kedaerahan dan keyakinan
keagamaan
c. Sedapat mungkin tertulis dan terunifikasi
d. Bersifat nasional yang mencakup rationalitas efisiensi, rationalitas
kewajaran, rationalitas kaedah, rationalitas nilai.
e. Aturan prosedural yang menjamin transparansi yang memungkinkan kajian
rational terhadap proses pengambilan keputusan oleh pemerintah
f. Responsif terhadap perkembangan aspirasi dan ekspektasi masyarakat.
Bagi Indonesia Politik Hukum Nasionalnya dapat dilihat dalam berbagai dokumen
perencanaan yang telah ditetapkan. Pada masa awal kemerdekan hal itu dirumuskan
dalam UUD 1945 Pasal II Aturan Peralihan, masa Orde Lama dirumuskan dalam
Manifesto Politik Orde Lama sebagai GBHN pada waktu itu, masa Orde Baru dalam
Ketetapan MPR tentang GBHN, masa reformasi ditemukan dalam Program Pembangunan
Nasional (Propenas) Ketetapan MPR No. IV tahun 1999 jo UU Nomor 25 tahun 2000
dan Masa Kepemimpinan SBY-Kalla dituangkan dalam RPJM Peraturan Presiden No. 67
tahun 2005.
Pokok Bahasan 3
A. Ruang lingkup Politik Hukum
Politik hukum tidak lepas dari kebijakan dibidang lain. Penyusunan politik
hukum harus selalu diusahakan seiring dengan aspek-aspek kebijakan dibidang ekonomi,
politik, sosial, budaya, teknologi dan sebagainya. Cakupan politik hukum dapat
dipahami dalam dua pengertian yaitu:
(1) Politik Hukum sebagai arah kebijakan pembangunan hukum suatu negara, hal
ini mencakup kebijakan hukum yang telah, sedang dan akan dilakukan oleh suatu
negara.
(2) Politik Hukum diartikan sebagai hubungan pengaruh timbal balik antara hukum
dan politik.
Ad 1. Ada dua lingkup utama arah kebijakan pembangunan hukum suatu negara
yakni:
a. Politik Pembentukan Hukum
b. Politik Penegakan hukum.
a. Politik pembentukan hukum adalah kebijakan yang bersangkutan dengan
penciptaan, pembaharuan dan pengembangan hukum. Hal ini mencakup:
1. Kebijakan pembentukan perudang-undangan, kebijakan pembentukan hukum kita
yang utama adalah lewat perundang-undangan. Bagi Negara Indonesia yang
mengikuti sistem hukum continental undang-undang adalah sumber utama hukum.
Karena itu kebijakan pembentukan perundang-undangan harus direncanakan melalui
suatu sistem perencanaan nasional yang disusun dalam program legislasi
nasional. Lewat program legislasi nasional akan tampak arahan undang-undang apa
yang akan dibuat dalam 20 tahun yang akan datang, 5 tahun yang akan datang,
ataupun 1 tahun yang akan datang. Namun, boleh saja dalam perjalanannya terjadi
perkembangan yang cepat, apa yang telah di program diubah berdasarkan
kebutuhan.
2. Kebijakan (pembentukan) hukum yurisprudensi, yurispudensi merupakan sumber
hukum selain undang-undang. Pada dasarnya sistem hukum Indonesia menganut asas
hakim tidak terikat pada preceden atau putusan terdahulu mengenai persoalan
hukum serupa. Dalam sistem kontinental putusan pengadilan bersifat “persuasive
power of the precedent”. Berbeda dengan system anglo saxon dimana hakim terikat
pada precedent yang disebut dengan “Stare decisis et quit non movers” sebagai
asas “the binding force of precedent”. Tetapi UU Kehakiman menganut asas ius
curia novit (pasal 16). Artinya hakim tidak boleh menolak mengadili perkara
dengan alasan undang-undang tidak ada, tidak jelas, belum lengkap, tetapi wajib
mengadili perkara. Untuk mengadili tersebut hakim harus tunduk pada ketentuan
pasal 27 Undang –undang No. 4 tahun 2004 yang mengatakan “ hakim wajib
menggali, mengikuti nilai-nilai hukum yang hidup dalam masyarakat” atau living
law.
3. Kebijakan terhadap peraturan tidak tertulis lainnya merupahan hukum yang
tidak tertulis yang tumbuh dan berkembang dalam kehidupan masyarakat, kebiasaan
mana diperlihara dan dipertahankan dalam mengatasi persoalan yang dihadapi.
Seperti dalam bidang pertanahan yang mengakui keberadaan hak ulayat. Hak ulayat
mana diatur menurut sistem hukum adat yang mempunyai ciri khas tidak tertulis,
namun Undng-undang Pokok Agraria mengakui hak tersebut sepanjang masih ada dan
hidup dalam kenyataannya di tengah-tengah masyarakat adat tersebut.
b. Politik Penegakan Hukum mencakup:
1. Kebijakan dibidang peradilan, dalam hal ini bagaimana arah kebijakan
terhadap peradilan. Misalnya sebelum amandemen UUD 1945 kebijakan terhadap
peradilan dikelola melalui dualisme pembinaan. Satu sisi hakim berada dibawah
pembinaan Mahkamah Agung, sisi lain hakim berada di jajaran departemen dibawah
pembinaan Menteri terkait (eksekutif). Kebijakan demikian melahirkan kecurigaan
dan pertanyaan, hakim tidak independen/ apakah hakim bisa mandiri dalam
mengadili perkara. Setelah di amandemen kebijakan terhadap peradilan dilakukan
lewat pembinaan satu atap, semuanya berada di bawah Mahkamah Agung. Tetapi
untuk menjaga indepensi hakim, dibentuk lembaga yang dikenal dengan
KomisiYudisial.
2. Kebijakan dibidang pelayanan hukum. Dalam hal ini perlu pelayanan hukum yang
cepat, mudah, terjangkau oleh masyarakat, transparan dan akuntabel. Dalam hal
ini juga dilakukan kebijakan yang dapat memberantas terjadinya Korupsi, Kolusi
dan Nepotisme (KKN)
Kelima komponen arah kebijakan pembentukan hukum tersebut akan membentuk sistem
hukum nasional. Hukum nasional itu akan berfungsi ditentukan oleh 5 faktor yang
satu dengan yang lain saling menunjang dan tidak dapat dipisahkan satu dengan
yang lainnya. Kelima faktor yang disebut dengan kondisi hukum tetap ( conditio
sine quanon) terdiri dari:
a. Substansi hukum /materi hukum ( legal substance)
b. Budaya hukum (kesadaran hukum masyarakat ( legal culture)
c. Aparatur penegak hukum ( legal aparatus)
d. Sarana dan prasarana (equitment)
e. Pendidikan hukum (legal education)
Kedua lingkup utama arah kebijakan pembangunan hukum tersebut (kebijakan
pembentukan perundang-undangan/hukum tertulis dan kebijakan penegakan hukum)
tersebut hanya dapat dibedakan dan tidak dapat dipisahkan. Keduanya saling
berkait dan berfungsi sebagai suatu sistem, dimana sub sistem yang lain
merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan, dan saling berhubungan
sebagai suatu totalitas.
• Keberhasilan suatu peraturan perundang-undangan tergantung pada penerapannya.
Apabila penegakan hukum tidak dapat berfungsi dengan baik peraturan
perundang-undangan yang bagaimanapun sempurnanya tidak atau kurang memberikan
arti sesuai dengan tujuan.
• Putusan dalam rangka penegakkan hukum merupakan instrumen kontrol bagi ketepatan
dan kekurangan suatu peraturan perundang-undangan
• Penegakan hukum merupakan dinamisator peraturan perundang-undangan . Melalui
putusan dalam rangka penegakan hukum peraturan perundang-undangan menjadi hidup
dan diterapkan sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan masyarakat.
• Pembentukan hukum dan penegakan hukum melibatkan SDM, tata kerja,
pengorganisasian, sarana dan prasarana. SDM yang handal, pengorganisasian yang
efektif dan efisien, sarana dan prasarana yang memadai akan turut menentukan
keberhasilan pembentukan dan penegakan hukum.
• Politik pembentukan dan penegakan hukum harus disertai pula dengan politik
pembinaan sumber daya manusia, tata kerja, pengorganisasian dan
sarana/prasarana.
Ad 2. Hubungan kausalitas antara hukum dan politik
Politik Hukum sebagai kebijakan hukum (legal policy) yg sudah, akan atau telah
dilaksanakan secara nasional oleh pemerintah mencakup pula pengertian bagaimana
politik mempengaruhi hukum dengan cara melihat konfigurasi kekuatan yang ada
dibekang pembuatan dan penegakan hukum.
Bagaimana hubungan kausalitasnya, apakah hukum yg mempengaruhi politik atau
politik yang mempengaruhi hukum ?. Jawaban dapat berupa:
a. Hukum determinan atas politik dalam arti kegiatan-kegiatan politik di atur
dan tunduk pada aturan-aturan hukum (mereka yg memandang hukum sebagai das
sollen (keharusan) para idealis)
b. Politik determinan atas hukum , karena hukum merupakan hasil atau
kristalisasi dari kehendak politik yg saling berintegrasi dan bersaing. Mereka
memandang hukum sebagai das sain, penganut empiris dan memandang realitas.
c. Politik dan hukum sebagai subsistem kemasyarakatan berada pada posisi dan
derajat determinan yang seimbang, sekalipun hk produk politik tetapi jika hkm
ada, politik harus tunduk pada hukum.
Dalam politik hukum terdapat dua variabel, yakni variabel terpengatur (hukum)
dan variabel yang mempengaruhi (politik).
Dalam studi Politik Hukum kita tidak melihat hukum ansich das sollen tetapi
juga das sain.
Asumsi dasar disini “hukum merupakan produk politik”.
Dalam melihat hubungan keduanya, hukum sebagai terpengaruh (dependent variable)
dan politik sebagai variabel yang berpengaruh ( independent variable).
Hukum dipengaruhi politik atau politik determinan atas hukum mudah dipahami dan
realitasnya demikian karena hukum merupakan kristalisasi dari kehendak politik
yang saling berintegrasi dilingkungan pengambil keputusan.
B. Dasar dan Corak Politik
Ada pendapat yang diterima oleh umum bahwa hukum khususnya Peraturan
Perundang-undangan merupakan produk politik. Bukan saja karena dibuat oleh DPR,
Presiden, tetapi peraturan perundang-undangan pada dasarnya akan mencerminkan
pemikiran dan kebijaksanaan yang paling berpengaruh di negara yang
bersangkutan. Pikiran politik dan kebijakan politik yang berpengaruh tersebut
dapat bersumber, kepada ideologi tertentu, kepentingan tertentu atau
tekanan-tekanan sosial yang kuat dari masyarakat.
Gambaran di atas menunjukkan politik hukum mempunyai hubungan dengan bidang
lain. Penyusunan Politik Hukum harus diusahakan seiring dengan aspek-aspek
kebijakan di bidang ekonomi, politik, sosial, teknologi dan sebagainya.
Demikian pula sebaliknya , kebijakan dibidang ekonomi, politik, sosial,
teknologi dan lain-lain tidak boleh mengabaikan dasar-dasr dan tatanan hukum
yang semestinya melandasi kebijakan tersebut. Selain itu politik hukum sangat
dipengaruhi oleh doktrin kenegaraan, apakah doktin sosialisme ataupun
komunisme.
Corak Politik Hukum di bidang ekonomi di negara dengan doktrin sosialis akan
berbeda dengan corak Politik Hukum di bidang ekonomi di negara dengan doktrin
kapitalis. Hukum di bidang ekonomi di negara sosialis selalu memberi tempat
pada negara dan pemerintah untuk mempengaruhi keadaan ekonomi. Sedangkan hukum
di bidang ekonomi di negara kapitalis akan lebih banyak mencerminkan aturan
yang menjamin ekonomi pasar. Dalam prakteknya akan dijumpai lingkup gabungan
antara berbagai sistem tergantung materi yang diatur karena tidak zamannya lagi
membedakan secara tajam antara serba negara dan serba pasar. Bagi kebanyakan
negara, pendekatan yang serba ideologis sudah lama dan berangsur-angsur
ditinggalkan, termasuk dalam menentukan politik hukum.
Politik hukum dinegara demokrasi akan berbeda dengan negara yang diperintah
dengan diktator. Politik hukum pada negara demokrasi berusaha memberi peluang
luas bagi keikutsertaan masyarakat menentukan corak dan isi hukum yang
dikehendaki. Pada negara diktator akan selalu menghindari partisipasi
masyarakat dalam menentukan corak dan isi hukum. Kehendak penguasa diktator
selalu menjadi dasar kaedah dan menuntun penyerahan total warga pada kehendak
penguasa.
Indonesia sebagai negara yang berdasarkan pancasila yang berdasarkan
kekeluargaan mempunyai politik hukum tersendiri sesuai dengan cita hukum
(rechts idee) yang terkandung dalam pancasila dan UUD Negara RI tahun 1945.
Pada tataran politik, tujuan politik hukum Indonesia adalah tegaknya negara
hukum yang demokratis. Pada tataran sosial dan ekonomi politik hukum bertujuan
mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia dan sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat. Sedangkan pada tataran normatif, politik hukum normatif
bertujuan tegaknya keadilan dan kebenaran dalam segala aspek kehidupan
masyarakat. Seluruh tujuan tersebut berada dalam satu bingkai tatanan hukum
nasional yang bersumber dan berdasarkan Pancasila dan UUD Negara RI tahun 1945.
Pokok bahasan 4.
Model/Pola pelaksanaan Politik Hukum oleh Negara-negara.
A. Umum
Setiap Negara mempunyai politik hukum masing-masing, perbedaanya hanya terletak
pada cara pengelolaannya. Jika dikelompokkan politik hukum yang dianut oleh
negara-negara tersebut dibedakan atas:
a. Negara yang politik hukumnya disusun secara terencana dan sistematis
(planning states). Hal itu lazimnya dijalankan oleh negara negara dengan sistem
perencanaan yang berkehendak menyusun kembali secara menyeluruh tatanan hukum
baik karena alasan ideologis maupun perubahan sistem politik, misalnya negara
jajahan menjadi negara merdeka. Perubahan bentuk kerajaan menjadi bentuk
republik dan sebagainya.
b. Negara yang telah memiliki sistem hukum yang mapan, asas dan kaedah hukum
pokok telah tersusun, politik hukum dijalankan secara sederhana dikaitklan
dengan kebutuhan-kebutuhan khusus dari pada perubahan hukum pokok (basic law).
Politik ini dapat dilakukan melalui program tahunan mengikuti perubahan
kebijakan ekonomi, politik, sosial, budaya yang terjadi dari waktu ke waktu.
B. Model Politik Hukum Permanen (tetap)
hal ini berkaitan dengan sikap yang selalu menjadi dasar kebijakan pembentukan
dan penegakkan hukum: Bagi Indonesia, politik hukum yang tetap antara lain:
a. Ada satu kesatuan sistem hukum
b. Sistem hukum nasional dibangun berdasarkan dan untuk memperkokoh sendi-sendi
Pancasila dan UUD 1945.
c. Tidak ada hukum yang memberikan hak-hak istimewa pada warga tertentu
berdasarkan ras, suku atau agama. Kalaupun ada perbedaan semata-mata didasarkan
pada kepentingan nasional dalam rangka kesatuan dan persatuan bangsa.
d. Pembentukan hukum memperhatikan kemajemukan masyarakat
e. Hukum adat dan hukum tidak tertulis lainnya diakui sebagai sub sistem hukum
nasional sepanjang nyata hidup dan dipertahankan dalam pergaulan masyarakat.
f. Pembentukan hukum sepenuhnya didasarkan partisipasi masyarakat.
g. Hukum dibentuk dan ditegakkan demi kesejahteraan umum (keadilan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia), terwujudnya masyarakat Indonesia yang demokratis dan
mandiri serta terlaksananya negara berdasarkan atas hukum dan konstitusi.
C. Politik hukum yang temporer. Ditetapkan dari waktu kewaktu sesuai dengan
kebutuhan. Termasuk ke dalam kategori ini seperti penentuan prioritas
pembentukan peraturan Perundang-undangan, pembaruan Perundang-undangan dibidang
ekonomi, penghapusan perundang-undangan sisa warisan kolonial, pembentukan
perundang-undangan yang berpihak pada HAM, Pemerintahan, Keuangan dll.
Undang-undang Dasar Negara RI tahun 1945 menghendaki suatu pola kebijakan yang
tersusun secara sistematis, spesifik dan terencana dari waktu ke waktu. Karena
itu dari waktu kewaktu diharapkan dari priode tertentu tersusun suatu politik
hukum secara terencana. Bagi Indonesia yang sedang membangun lewat Pelita dan
RPJP/M nya politik hukum yang temporer lebih ditujukan pada pembaharuan hukum
untuk mewujudkan suatu sistem hukum nasional dan berbagai aturan yang dapat
memenuhi kebutuhan Indonesia untuk dapat menjadi negara modern. Politik hukum
nasional mencakup pembangunan asas-asas hukum, kaedah-kaedah hukum pokok,
kaedah-kaedah hukum sektoral, disamping politik hukum yang berkaitan dengan pelayanan
dan penegakan hukum.
Pokok Bahasan 5
Tata Urutan Norma Hukum dalam Negara
A. Tertib Hukum Dalam Negara
Untuk kajian selanjutnya kita akan membahas terlebih dahulu mengenai teori
utama peraturan perundang-undangan yang dikemukakan oleh ahli hukum terkenal
Hans Kelsen tentang hierarkhi norma (The hierarchy of the norms) yang
dikemasnya dalam teori yang populer dengan teori hukum murni ( The Pure theory
of law). Karena itu,
tertib hukum yang dikaji adalah Tertib/tata susun Peraturan Perundang-undangan
dalam suatu negara.
Apa yg dimaksud dengan Peraturan perundang-undangan ( wet in marerie zin/Gezetz
in materiellen sinne )? Apakah sama undang-undang dengan peraturan
perundang-undangan .
D.P.W Ruiter dikutip oleh Hamid S. Attamimi mengemukakan 3 unsur norma hukum
dalam negara yaitu:
- Rechtsnormen (norma hukum)
- Naar buiten werken (berlaku keluar)
- Algemeenheid inruime zin (mengatur hal yang umum)
Norma dalam peraturan perundang-undangan mengandung salah satu sifat, Perintah
(gebod), larangan (verbod), perizinan/pengecualian (toesteming) dan pembebasan
(vrijesteling).
Menurut ilmu tentang logika norma (normenlogica) hubungan keempat operator
norma tersebut dapat dikembangkan lebih jauh melalui hubungan ekuivalen,
kontradiktif maupun implikatif.
Norma hukum tertuju pada rakyat (subjek hukum) baik dalam hubungan dengan sesama
maupun hubungan dengan pemerintah. Yang mengatur hubungan antar sesama organ
bukanlah norma hukum yang sesungguhnya, paling disebut dengan norma organisasi.
Kategori norma ada yang umum/individual dan abstrak /konkret
Perbedaan umum/indifidual itu terletak pada alamat yang dituju dalam peraturan
(adressatnya), sedangkan abstrak/konkret pada hal yang diatur.
Benyamin Azkin menyatakan Pembentukan norma hukum publik berbeda dengan
pembentukan norma hukum privat. Karena itu dilihat dari norm structure hukum
publik berada di atas hukum privat. Dilihat dari struktur lembaga
(institutional structure) state berada diatas population.
Hukum publik dibentuk oleh lembaga negara (Pemerintah dan DPR) yang disebut
dengan supra struktur, sedangkan norma hukum privat dibentuk oleh masyarakat
yang disebut dengan Infra struktur
B. Pandangan Ahli Perundang-undangan
Hans Kelsen:
1. Grundnorm/Grund Gezetz yang disebut dengan norma Dasar dalam kepustakaan
Belanda disebut dengan Grond Wet. Merupakan tatanan norma yang paling tinggi
dan menjadi gantungan /dasar berlakunya norma di bawahnya. Norma ini di
Indonesia disebut dengan UUD ( tidak konstitusi ), karena konstitusi adalah
hukum dasar tertulis dan tidak tertulis (konvensi) sementara UUD hanya
merupakan hukum dasar yang tertulis saja. UUD menurut paham ini adalah sebagian
dari hukum dasar suatu negara.
2. Norm ( Formeel norm), norma ini dibuat oleh badan legislatif suatu negara di
Indonesia disebut dengan undang-undang (wet) zaman Hindia Belanda
3. Verornung, yaitu peraturan pelaksanaan dari formeel gezetz di Indonesia
setingkat Peraturan Pemerintah maupun Peraturan Presiden
Hans Nawiasky (murid Kelsen)
1. Staats Fundamental Norm, yang dikenal dengan norma dasar negara, norma ini
ada sebelum negara yang berfungsi sebagai dasar pembentukan konstitusi/UUD dan
norma perubahannya.
2. Staats Grundnorm, yang disebut dengan norma Dasar yang dalam kepustakaan
Belanda disebut dengan Grond Wet. Merupakan Tatanan norma yang paling tinggi
dan menjadi gantungan /dasar berlakunya norma di bawahnya. Norma ini di
Indonesia disebut dengan UUD ( tidak konstitusi, karena konstitusi adalah hukum
dasar tertulis dan tidak tertulis (konvensi) sementara UUD hanya merupakan
hukum dasar yang tertulis saja. UUD menurut paham ini adalah sebagian dari
hukum dasar suatu negara.
3. Norm ( Formeel norm), norma ini dibuat oleh badan legislatif suatu negara di
Indonesia disebut dengan undang-undang (wet) zaman Hindia Beland
4. Verornung yaitu peraturan pelaksanaan dari formeel gezetz di Inonesia
setingkat Peraturan Pemerintah maupun Peraturan Presiden
5. Autonome satzung, yaitu peraturan pelaksanaan dari formeel gezetz di
Indonesia setingkat Peraturan Pemerintah maupun Peraturan Presiden
Teori Kelsen (stufentheorie) mengajarkan norma hukum itu berjenjang dan
berlapis dalam suatu hierarkhi tata susun, dimana suatu norma yang lebih rendah
berlaku bersumber dan berdasar pada norma yang lebih tinggi, demikian
seterusnya sampai pada norma yang tidak dapat ditelusuri lebih lanjut dan
bersifat hipotetis fiktif yaitu Grundnorm.
Norma dasar merupakan norma yang paling tinggi dalam sistem norma dan ia tidak
dibentuk oleh norma yg lebih tinggi tetapi ditetapkan terlebih dahulu oleh
masyarakat sebagai norma dasar dan menjadi gantungan bagi norma yang
dibawahnya. Ajaran Kelsen diilhami oleh muridnya Adolf Merkl yang menyatakan
norma hukum itu selalu mempunyai dua wajah “ das doppelte rechtssanlitz”. Norma
hukum itu keatas bersumber pada norma yang diatasnya, dan kebawah menjadi
dasar/sumber norma yg dibawahnya.
Menurut Nawiasky norma selain berjenjang juga berkelompok yang terdiri dari
Norma fundamental Negara, Aturan Dasar/pokok Negara, UU dalam arti formal,
Aturan pelaksanaan. Norma fundamental merupakan norma yg tertinggi (Juniarto
menyebut pokok kaedah fundamental, norma pertama atau Hamid Attamimi menyebut
Norma fundamental negara.
Staats fundamentalnorm itu menurut Nawiasky adalah norma yang menjadi dasar
pembentukan konstitusi/UUD suatu negara (staatsverfassung), termasuk norma
pengubahnya. Hakikat hukum staats fundamentalnorm adalah syarat bagi berlakunya
suatu konstitusi. Staats fundamentalnorm itu juga merupakan landasan filosofis
suatu negara.
Terdapat perbedaan istilah yang dipakai Kelsen dan Nawiasky, Nawiasky tidak
menggunakan istilah staatsgrundnorm melainkan staatsfundamentalnorm. Grundnorm
mempunyai kecendrungan tetap/tidak berubah, staatsfundamental norm dapat saja
berubah. Aturan pokok/dasar negara, masih umum, garis besar, masih merupakan
norma tunggal. Norma itu dituangkan dalam suatu dokumen staatsverfassung atau
dalam beberapa dukumen staatsgrundgezetz.
Norma ini merupakan norma hukum yang lebih konkret berlaku di tengah
masyarakat. Normanya tidak hanya tunggal (primer, tetapi sudah dapat bersifat
skunder, misalnya adanya sanksi.
C. Tata Urutan Norma di Indonesia,
Tata Urutan Norma di Indonesia pernah diatur dalam Ketetapan MPRS No.
XX/MPRS/1966 tentang Sumber tertib Hukum RI dan Tata Urutan Perundang undangan
kemudian diganti dengan Ketetapan MPR No. III/MPR /2000 dan terakhir diganti
dengan UU No. 10 tahun 2004 tentang Tata Cara Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan RI.
Tata Susun Norma Hukum dalam Negara yang dikenal dengan peraturan
perundang-undangan menurut Ketetapan MPRS No. XX/MPRS 1966
- UUD 1945
- Ketetapan MPR/S
- UU/Perpu
- Peraturan Pemerintah
- Peraturan Pelaksana lainnya
* Permen
* Inmen
* Dll
Menurut Ketetapan MPR No. III/MPR/2000, tata urutan Peraturan
Perundang-undangan adalah:
- UUD 1945
- Ketetapan MPR (S)
- UU
- Perpu
- Perat. Pemerintah
- Keppres
- Perda
Menurut UU No. 10Tahun 2004
- UUD Neg R.I 1945
- UU/Perpu
- Peraturan Pemerintah
- Peraturan Presiden
- Perturan Daerah
• Peraturan Daerah Propinsi
• Perda Kabupaten/Kota
• Perturan Desa.
URAIAN:
Staat Fundamental Norm, di Indonesia disebut Dasar falsafah negara, yaitu Pancasila.
Staat fundamental norm itu merupakan sumber dari segala sumber hukum dan sumber
tertib hukum. Artinya UU yang akan dibentuk harus bersumber pada pancasila,
tidak boleh bertentangan dengan pancasila.
Grund Norm, di Indonesia setingkat UUD.
UUD merupakan hukum dasar tertulis dari suatu negara.
UUD berbeda dengan Konstitusi, karena konstitusi selain merupakan hukum dasar
tertulis, ia juga hukum dasar tidak tertulis. UUD hanya bagian dari konstitusi,
tetapi dalam kehidupan sehari-hari UUD sering dibaca/disebut konstitusi.
Norm/formeel gezetz, setingkat dengan UU (UU dibuat oleh badan legislatif) di
Indonesia dibuat oleh DPR bersama Presiden.
Verornung, peraturan di bawah UU atau perturan pelaksanaan undang-undang.
UU bedakan dalam dua pengertian:
1. UU dalam arti materil, hal ini disebut dengan peraturan perundang-undangan.
Ia dapat berupa UU atau perturan lain selain uu.
2. UU dalam arti formil hanya UU saja (yang dibuat oleh DPR bersama Presiden).
UU No. 10 tahun 2004 tidak mengenal lagi Ketetapan MPR (S) sebagai bentuk
perundang-undangan (karena amandemen UUD 1945) tidak menempatkan lagi MPR
sebagai lembaga tertinggi negara yang berwenang membentuk Ketetapan MPR.
Kedudukan MPR sekarang secara sturuktural sejajar dengan lembaga negara lain
seperti Presiden, DPR, DPD, MK, MA. BPK.
UU No. 10 juga memperkenalkan istilah baru mengenai nama perturan
perundang-undangan yakni merubah istilah Keputusan Presiden yang dikenal dalam
Ketetapan MPRS No. XX/MPRS/1966 Jo Ketetapan MPR No. III/MPR/2000 dengan
Peraturan Presiden.
Saat ini Peraturan Presiden digunakan untuk produk hukum yang sifatnya mengatur
(regeling), sementara Keputusan Presiden untuk produk hukum Presiden yang
sifatnya menetapkan/penetapan (beschikking). Kalau Regeling normanya atau
aturannya bersifat umum, abstrak dan universal seperti Peraturan Presiden
tentang Penanggulangan Bencana, kalau beschikking normanya atau aturannya
bersifat konkret, individual dan final, misalnya pengangkatan Mr Takdir menjadi
Hakim Agung.
Pokok Bahasan 6
Arah Pembangunan Di Indonesia
Pembangunan yang dilakukan oleh rezim Orde Baru awalnya menitik beratkan
pada pembangunan bidang ekonomi dan mengabaikan pembangunan dalam bidang hukum,
hal itu dapat dipahami dari Garis-garis Besar Haluan Negara yang dimuat dalam
ketetapan MPR No. IV/MPR/1973 tentang GBHN.
Pembangunan dalam bidang hukum baru dimulai tahun 1978 dimuat dalam Ketetapam
MPR No. IV/MPR/1978 tentang GBHN. Ketika itu pembangunan dalam bidang hukum
masih disisipkan dalam pembangunan bidang politik. Pada poin C GBHN bidang
politik dirumuskan:
“ Peningkatan dan penyempurnaan pembinaan hukum nasional, dengan antara lain
mengadakan pembaharuan kodifikasi serta unifikasi hukum di bidang-bidang
tertentu dengan jalan memperhatikan kesadaran hukum dalam masyarakat”.
Lima tahun kemudian pada Pelita ke III arah kebijakan pembangunan hukum kembali
dituangkan dalam Ketetapan MPR No. II tahun 1983 butir C yang mengatakan
“meningkatkan dan menyempurnakan pembinaan hukum nasional, dengan antara lain
mengadakan pembaharuan kodifikasi serta unifikasi hukum di bidang-bidang
tertentu dengan jalan memperhatikan kesadaran hukum dalam masyarakat”.
Rumusan yang hampir sama juga dikemukakan dalam Ketetapan MPR No. II/MPR/1988,
butir c sebagai berikut:
“dalam rangka pembangunan hukum perlu lebih ditingkatkan upaya pembaharuan
hukum secara lebih terarah dan terpadu, antara lain kodifikasi serta unifikasi
hukum di bidang-bidang tertentu serta menyususn perundang-undangan baru yang
sangat dibutuhkan untuk dapat mendukung pembangunan di berbagai bidang sesuai
dengan tuntutan pembangunan, sertat ingkat kesadaran masyarakat”.
Dengan mecermati ketiga Ketetapan MR tersebut dapat disimpulkan kertika itu
dijalankan araka kebijakan politik hukum pada kodifikai dan unifikasi hukum.
Keadaan mana sudah mengalami perkembangan dalam Ketetapan MPR tahun 1993,
karena tahun 1993 sudah mulai memperhatikan aspek kelembagaan hukum dan sumber
daya manusia di bidang hukum.
Setelah reformasi yang ditandai dengan kejatuhan rezim Soeharto arah kebijakan
pembangunan hukum lebih responsif menampung aspirasi yang berkembang dalam
masyarakat, perkembngan hukum dari unifikasi mulai bergeser kearah pluralisme
hukum dengan munculnya pengakuan terhadap hukum lokal seperti di Aceh dan
Papua. Dalam Ketetapan MPR No. IV /MP/1999 jo UU No. 25 tahun 2000 terganbar
secara gamblang dan lebih rinci arah pembangunan hukum sebagai berikut:
1. Mengembangkan budaya hkm disemua lapisan masyarakat untuk terciptanya
kesadaran hukum dalam kerangka supermasi hkm dan tegaknya neg hkm.
2. Menata sistem hk nas yg menyeluruh dan terpadu dgn mengakui &
menghormati hkm agama, hkm adat serta memperbaharui uu warisan kol dan hkm nas
yg diskriminatif termasuk ketidak adilan gender dan ketidak sesuaian dgn
tuntutan reformasi melalui program legislasi.
3. Menegakkan hk secara konsistem utk lebih menjamin kepastian hh, keadilan dan
kebenaran, supremasi hk &menghargai HAM.
4. Melanjurkan ratifikasi konvensi Internasional, terutama berkaiatan dengan
HAM, sesuai dengan kebutuhan dan kepentingan bangsa dalam bentuk UU
5. Meningkatkan integritas moral dan keprofesionalan apartur penegak hukum
termasuk kepolisian, untuk menumbuhkan kepercayaan masyarakat, dengan
meningkatkan kesejahteraan, dukungan sarana dan prasaranan, pendidikan serta
pengawasan yg efektif.
6. Mewujudkan lembaga pengadilan yang mandiri dan bebas dari pengaruh penguasa
dan pihak manapun.
7. Mengemb perat Per UU yg mendukung kegiatan perek dlm menghadapi era
perdagangan bebas tanpa merugikan kept nasional.
8. Menyelenggarakan proses peradilan secara cepat , mudah murah dan terbuka
serta bebas KKN dgn tetap menjunjung tinggi asas keadilan dan kebenaran.
9. Meningkatkan pemahaman dan penyadaran, serta meningkatkan perlindungan ,
penghormatan dan penegakkan HAM.
10. Menyelesaikan proses peradilan terhadap pelanggaran hukum dan HAM yg belum
ditangani secara tuntas.
Sementara itu Program-program Pemb Hukum
meliputi:
1. Program pebentukan peraturan perundang-undangan.
Program ini mendukung upaya mewujudkan supremasi hukum terutama menyempurnakan
perat per UU warisan kolonial.
2. Program pemberdayaan lembaga peradilan dan Lembaga penegak hukum lainnya.
Bertujuan untuk meningkatkan kembali kepercayaan masyarakat terhadap peran dan
citra lembaga peradilan dan lembaga penegak hukum lainnya, seperti kejaksaan kepolisian
, PPNS dalam upaya mewujudkan supremasi hukum yang didukung oleh hakim dan
penegak hukum lainnya yang profesional, berintegritas dan bermoral tinggi.
3. Program penuntasan kasus KKN dan pelanggaran HAM.
Tujuannya untuk memulihkan kembali kepercayaan masyarakat terhadap penegakan
hukum dan HAM
4. Program peningkatan kesadaran hukum dan mengembangkan budaya hukum.
Tujuannya untuk meningkatkan kembali kesadaran dan kepatuhan hukum bagi
masyarakat maupun aparat penyelenggara negara secara keseluruhan serta
meningkatkan budaya hukum yang baik.
Dalam RPJM Peraturan Presiden R.I No. 7 tahun 2005. Arah pembangunan hukum
ditempatkan pada Agenda “ Menciptakan Indonesia yg adil dan demokratis”. BAB 9
tentang “Pembenahan sistem Hukum dan Politik Hukum”.
Permasalahan:
1. Substansi Hukum
2. Struktur Hukum dan
3. Budaya Hukum
Sasaran 2004-2009 adalah terciptanya sistem hukum nasional yang adil,
konsekuen, tidak diskriminatif, konsistensi peraturan peru-u tingkat pusat dan
daerahtidan bertentangan dengan perat yg lebih tinggi.
Kelembagaan peradilan dan penegakan hukum yang berwibawa, bersih serta
profesional.
Arah Pemb Politik Hukum:
1. Penataan subsistem hukum, dgn penataan kembali peraturan per u-u, untuk
tertib per uu dengan memciptakan asas-asas umum dan hierarkhi per u-u.
2. Struktur hukum hal ini berkaiatan dengan kelembagaan, profesionalisme hakim
, sstaf peradilan dst.
3. Budaya hukum, pendidikan, sosialisasi, keteladanan.
Politik Hukum Pasca Amandemen UUU 1945.
Sejak kemerdekaan sampai amandemen UUU 1945 telah terjadi perubahan besar
dalam sistem ketatanegaraan terutama menguatnya lembaga kontrol ”checks and
belances”, dan pengaturan lebih rinci tentang perlindungan hukum. Perubahan
mana telah diakomodir dengan cara mengamandemen UUD. Sekalipun UUD diamandemen
namun perubahan tersebut tetap dijaga dalam koridor negara hukum bedasarkan
Pancasila. Terdapat empat kaedah penuntun hukum yang harus dipedomani dalam
politik atau pembangunan hukum.
Pertama, hukum nasional harus dapat menjaga integrasi keutuhan (kesatuan) baik
ideologi maupun wilayah teritori sesuai dengan tujuan melindungi segenap bangsa
dan seluruh tumpah darah Indonesia. Harus dicegah munculnya produk hukum yang
potensial memecah belah keutuhan bangsa dan negara.
Kedua, hukum nasional harus di bangun secara demokratis dalam arti harus
mengandung partisipasi dan menyerap aspirasi masyarakat luas melalui
prosedur-prosedur dan mekanisme yang fair, transparan dan akuntabel. Harus di
cegah produk hukum yang disusun secara licik, kucing-kucingan dan transaksi di
tempat gelap.
Ketiga, hukum nasional harus mampu menciptakan kedilan sosial dalam arti harus
mampu memberi proteksi khusus terhdap golongan yang lemah berhadapan dengan
golongan yang kuat baik dari luar maupun dari dalam negeri sendiri.
Keempat, hukum harus mampu memjamin toleransi beragama yang berdap antar
pemeluknya. Tidak boleh ada perlakuan istimewa kepada penganut agama tertentu.
Peranan negara adalah mengatur supaya teraga keamanan dan ketertiban di tengah
masyarakat dn menfasilitasi setiap orang dapat melaksanakan agama dengan bebas
tanpa ada ganguan dari orang lain dan tidak mengganggu ajaran agama lain.
Selama 4 kali terjadi amandemen terhadap UUD sejak 1999-2004 terlihat arak
kebijakan politik hukum dibawah UUD hasil tersebut sebagai berikut:
1. Konsepsi negara hukum.
Sebelum amandemen konsepsi negara hukum terkesan menganut type kontinental
(rechtsstaat) seperti dirumuskan dalam penjelasan UUD 1945 ketika itu, namun
sekarang dinetralkan menjadi negara hukum saja tanpa ada embel-embel lain.
Demikian juga politik hukum kita tentang negara hukum menganut unsur
rechtsstaat dan the rule of law. Politik hukum negara hukum saat ini secara
tegas ditempatkan dalam pasal batang tubuh UUD yakni pasal 1 ayat (3) jadi
sudah merupakan norma konstitusi. Dahulu hanya disebut dalam penjelasan umum
angka I tentang sistem Pemerintahan Negara, dengan demikian rumusan negara
hukum ketika itu bukan merupakan norma hukum. Hal itu berarti
MATERI DISKUSI
3. Pembangunan Substansi Hukum/Perundang-undangan
Materi/isinya
• Apa isi materi hukum mengandung nilai-nilai pancasila, yang menjunjung tinggi
nilai-nilai (1) kemanusiaan, tidak boleh merendahkan martabat manusia, (2)
nilai persatuan, untuk keutuhan negara misalnya UU Pemerintah Daerah adanya
otonomi khusus di aceh, tujuan memberikan otonomi, tidak ada daerah didunia
yang berontak karena diberi otonomi, tetapi banyak daerah yang berontak karena
tidak diberi otonomi. (3) Nilai demokrasi, misalnya uu pemilihan termasuk
pemilihan kepala daerah secara langsung, dulu lewat perwakilan hanya dilakukan
oleh elit plitik, sekarang rakyat, meskipun ada yang golput, tetapi itu
termasuk hak untuk tidak memilih, yang tidak boleh mempengaruhi orang untuk
tidak memilih. (4) Keadilan sosial, misalnya dalam pembagian hasil alam antara
pusat dan daerah (perimbangan keuangan pusat dan daerah dan (5) nilai ketuhanan
misalnya UU ponografi yang heboh sekarang.
• Materi hukum yang harus mengandung /mengakomodir nilai-nilai dalam sub sistem
hukum islam, misalnya UU Perbankan adany bank syariah, ekonomi islam, hukum
perkawinan, UU zakat dst.
• Mengakomodir nilai hukum adat, misalnya UU angaria, petambangan, kehutanan,
seperti bagi hasil yang dikenal dalam hukum adat dalam hukum nasional menjadi
production sherring.
• Mengakomodir nilai hukum internasional, misalnya perburuhan, perlindungan
anak, korupsi. Penggajian yang sama laki-laki dan perempuan dalam hukum
nasional diakomodir dalam hukum perburuhan.
Pembangunan Aparatur.
1. Hakim (aparatur penegak hukum), peningkatan SDM, masyarakat sudah banyak
S2, hakim masih S1, pendidikan harus ditingkatkan.
2. Peningkatan training pelatihan berbagai bidang hukum dengan kemajuan
teknologi sekarang, misalnya menggunakan media teleconfren dll.
3. Pola rekruitmen, dulu lewat PNS sering KKN, kualitas kurang, sekarang
misalnya dengan fit anf profer test
4. Pembenahan mintalitas aparatur, adanya KPK, dulu kejaksaan orang kurang
percaya, sekarang muncul KPK yang lebih bergengsi ditakuti.
5. Peningkatan kesejah teraan aparatur, (gaji, fasilitas), sekarang gaji hakim
baru diangkat sudah 6 juta, tunjangan hakim tingkat Pertama sudah besar 7 juta,
hakim tinggi 12 juga, hakim agung 22 juga, jadi seorang hakim agung sudah
berpenghasilan sekitar 40-55 juta, ia akan lebih konsentrasi.
6. Kontrol/pengawasan internal dan eksternal, dulu dari Komisi Yudisial (KY)
Peningkatan kesadaran hukum masyarakat
• Langkah sosialisasi agar mengerti, memahami dan menyadari hukum yang berlaku
yang akan diimplementasikan dalam kehidpannya.
• Penegakan hukum (law enforcement), pelangaran harus ditindak tegas tidak
diskriminasi/pilih kasih.
• Teladan dari aparatur hukum, misalnya fakta integritas tidak akan memberi dan
menerima dalam menangani perkara.
• Pengawasan yang ketat, baik dari pers, masyarakat maupun badn yang bertugas
untuk itu.
• Penghargaan kepada masyarakat
Ketiga hal itu saling mengisi dan mempengaruhi, UU baik, aparatur jelek
hasilnya akan jelek, UU jelek, aparatur korup, kesadaran rendah akan jelek
hasilnya, aparatur baik masayarakat suka menyogok hasilnya juga jelek.
ARAH POLITIK HUKUM PASCA PERUBAHAN UUD
1945
Amandemen UUD 1945
Setelah melalui perjuangan panjang yang melelahkan dengan pertempuran antara
pandangan akademis-ilmiah dan realitas politik pada akhirnya, sejak tahun 1999
kita dapat melakukan perubahan (istilah populernya amandemen) atas UUD 1945.
Kemajuan besar dalam sistem ketatanegaraan telah dapat dilihat dari hasil
perubahan tersebut, terutama menguatnya format dan mekanisme checks and
balances oleh lembaga yudisial dan pengaturan secara lebih rinci tentang perlindungan
HAM. Bahwa pada saat ini ada kontroversi tentang UUD hasil amandemen itu biasa
saja, bahkan dapat dilihat sebagai kemajuan baru dalam perpolitikan kita karena
berarti kita sudah lebih demokratis. Pada saat ini kalau mau menilai bahkan
mempersoalkan UUD yang sedang berlaku dapat dengan mudah disuarakan sehingga
kita dapat melihat pada saat ini ada tiga arus penilaian dan sikap atas UUD
hasil amandemen, yakni :
1. kelompok yang menilai perlu perubahan lanjutan agar UUD menjadi lebih bagus.
2. kelompok yang menilai bahwa UUD hasil amandemensudah kebablasan, tidak sah
dan karenanya harus dikembalikan ke UUD 1945 yang asli
3. kelompok yang menilai bahwa hasil amandemen sekarang sudah maksimal
mengakomodasi semua kepentingan sehingga paling tidak untuk sementara tak perlu
diamandemen lagiagar tidak terjadi kegoncangan politik baru.
Kaidah penuntun dan politik hukum
Dalam pengertian sederhana hukum ditempatkan sebagai alat untuk mencapai tujuan
negara sehingga pembuatan hukum baru atau pencabutan hukum lama oleh negara
harus dihitung sebagai langkah untuk mencapai tujuan negara. Meski dalam
pengertian tersebut hukum dikatakan sebagai alat tetapi didalamnya terletak
hakikat supremasi hukum (atau disebut juga hukum yang tertinggi). Akan tetapi
bangsa dan negara Indonesia telah menetapkan secara final Pancasila sebagai
dasar negara sehingga semua hukum haruslah sesuai dengan nilai-nilai Pancasila.
Dalam kaitan dengan politik hukum maka sistem hukum Pancasila memasang
rambu-rambu dan melahirkan kaidah penuntun dalam politik hukum nasional.
Rambu-rambu tersebut diperkuat dengan adanya empat kaidah penuntun hukum yang
harus dipedomi sebagai kaidah dalam politik atau pembangunan hukum yakni :
1. Hukum nasional harus dapat menjaga integrasi (keutuhan kesatuan) baik
ideologi maupun wilayah teritori sesuai dengan tujuan “melindungi segenap
bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia”, harus dicegah munculnya produk
hukum yang berpotensi memecah belah keutuhan bangsa dan negara Indonesia.
2. Hukum nasional harus dibangun secara demokratis dan nomokratis dalam arti
harus mengundang partisipasi dan menyerap aspirasi masyarakat luas melalui
prosedur dan mekanisme yang fair, transparan dan akuntabel, harus dicegah
munculnya produk hukum yang diproses secara licik, kucing-kucingan dan
transaksi ditempat gelap.
3. Hukum nasional harus mampu menciptakan keadilan sosial dalam arti harus
mampu memberi proteksi khusus terhadap golongan yang lemah dalam berhadapan
dengan golongan yang kuat baik dari luar maupun dari dalam negeri sendiri.Tanpa
proteksi khusus dari hukum golongan yang lemah pasti akan selalu kala jika
dilepaskan bersaing atau bertarung secara bebas dengan golongan yang kuat.
4. Hukum harus mnjamin tolerani beragama yang berkeadaban antar
pemeluk-pemeluknya. Tidak boleh ada pengistimewaan perlakuan terhadap agama
hanya karena didasarkan pada besar dan kecilnya jumlah pemeluk. Negara boleh
mengatur kehidupan beragama sebatas pada menjaga ketertiban agar tidak terjadi
konflik serta memfasilitasi agar setiap orang dapat melaksanakan ajaran
agamanyadengan bebas tanpa mengganggu atau diganggu oleh orang lain. Hukum
agama tidak perlu diberlakukan oleh negara sebab pelaksanaan ajaran agama
diserahkan kepada masing-masing pemelknya, tetapi negara dapat mefasilitasi dan
mengatur pelaksanaannya bagi pemeluk masin-masing yang mau melaksanakan dengan
kesadaran sendiri guna menjamin kebebasan dan menjaga ketertiban dalam
pelakanaan tersebut.
Politik hukum di dalam UUD
UUD yang berlaku secara sah dan resmi adalah UUD Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 hasil empat kali amandemenyang dilakukan oleh MPR terlepas dari
kontroversi yang kemudian menyusulnya.
Beberapa politik hukum yang terkandung di dalam UUD 1945 hasil amandemen
diantaranya :
1. Konsepsi negara hukum
2. MPR bukan lembaga tertinggi negara
3. Otonomi Daerah
4. Tap MPR bukan hukum
5. Pemilihan Presiden langsung
6. Hak sosial ekonomi
7. Kekuasaan kehakiman
8. Politik hukum perundang-undangan
Konstitusi dalam arti luas mencakup yang tertulis dan tidak tertulis, sedangkan
konstitusi tertulis mencakup yang tertulis dalam dokumen khusus yakni UUD dan
tertulis dalam dokumen tersebar yakni semua peraturan dibawah UUD dalam bidang
organisasi negara. Keseluruhan gabungan antara dokumen khusus (UUD) dan dokumen
tersebar (Peraturan-peraturan dibawah UUD) disebut peraturan
perundang-undangan. Peraturan perundang-undangan tersusun secara hirarkhi dan
mempunyai proporsi materi muatan tertentu yang bersifat ketat menentukan
derajat masing-masing peraturan perundang-undangan dan isi dari setiap
peraturan perundang-undangan yang secara hirarkhi ada dibawahnya tidak boleh
bertentangan dengan peraturan yang secara hirarkhi ada diatasnya. Apabila ada
yang bertentangan maka peraturan perundang-undangan tersebut dapat digugat atau
dimintakan pengujian kepada lembaga yudisial melalui judicial review.
Idealnya pengujian materi oleh lembaga yudikatif (judicial review) untuk semua
tingkatan hirarkhi dilakukan oleh satu lembaga saja agar lebih terjamin
konsistensi pemikiran dan isi dari semua peraturan perundang-undangan tersebut.
Idealnya MA menangani konflik orang / lembaga pada semua tingkatan sedangkan MK
menangani konflik peraturan dalam semua tingkatan. Dengan kata lain MK
menangani konflik pengaturan abstraknya sedangkan MA menangani kasus konkritnya.
Namun UUD 1945 hasil amandemen menyebar kompetensi tersebut secara silang
sehingga MK dan MA sama-sama manangani dan mempunyai kompetensi atas konflik
peraturan dan konflik orang/ lembaga meski dalam batas-batas yang sudah jelas.
UUD 1945 memuat kompetensi silang antara MA dan MK itu dimuat dalam Pasa 7B dan
Pasal 24 yaitu :
A. Wewenang Mahkamah Konstitusi
1. Menguji UU terhadap UUD (konflik peraturan, Pasal 24C ayat(1)).
2. Memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh
UUD (konflik lembaga, Pasal 24C ayat(1)).
3. Memutus pembubaran partai poltik (konflik orang/lembaga, Pasal 24C ayat(1)).
4. Memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum (konflik orang/lembaga,
Pasal 24C ayat(1)).
5. Memutus pendapat DPR mengenai dugaan pelanggaran oleh presiden dan/atau
wakil presiden menurut UUD (konflik lembaga/orang, Pasal 24C ayat(2) dan Pasal
7B ayat(1)).
6. Memutus pendapat DPR bahwa presiden dan/atau wakil presiden tidak lagi
memenuhi syarat sebagai presiden dan/atau wakil presiden (konflik
lembaga/orang, Pasal 7B ayat(1)).
B. Wewenang Mahkamah Agung
1. Menguji peraturan perundang-undangan dibawah UU terhadap peraturan
perundang-undangan yang diatasnya (konflik peraturan, Pasal 24A ayat(1)).
2. Memutus perkara-perkara konvensional pada tingkat kasasi yang dibagi atas
empat lingkungan peradilan yakni peradilan umum, peradilan agama, peradilan
militer dan peradilan tata usaha negara (konflik antar orang/lembaga, Pasal 24
ayat(2)).
Program Legislasi Nasional
Politik hukum pasca amandemen UUD 1945 juga mengenal Program Legislasi Nasional
(Prolegnas) dan Program Legislasi Daerah (Prolegda) sebagaimana diatur dalam UU
No.10 tahun 2004. Prolegnas merupakan arah pembentukan perundang-undangan
negara dalam priode tertentu (satu tahunan atau lima tahunan). Prolegnas
tersebut dibuat berdasarkan kesepakatan antara DPR dan Pemerintah. Dengan
demikian prolegnas merupakan potret dari isi atau substansi hukum nasional
unruk mencapai tujuan negara hukum.
Setiap undang-undang yang dibuat haruslah masuk dalam prolegnas, jika ada
undang-undang dibuat tanpa melalui prolegnas berarti terjadi pelanggaran
prosedur yang dapat dimintakan pengujian formal ke Mahkamah Konstitusi.
Disamping pengujian materil dapat dilakukan pengujian formal. Jika pengujian
formal, maka seluruh undang-undang dapat dibatalkan. Sedangkan jika pengujian
materil hanya bagian tertentu saja dari undang-undang yang dibatalkan.
Bagaimana jika ada kebutuhan untuk membuat undang-undang yang tidak tercantum
dalam Prolegnas. Hal itu dapat dilakukan dengan menyisip RUU tersebut dalam
prolegnas berdasarkan kesepakatan DPR dengan Pemerintah.